Hati-hati, Uang Palsu Banyak Beredar di Pasar Tradisional

Manado, SULUTREVIEW

Peredaran uang palsu (upal) di Bumi Nyiur Melambai sudah pada tahap yang sangat mengkhawatirkan.

Kondisi ini perlu disikapi secara serius agar tidak merugikan negara yang menyebabkan inflasi di mana uang beredar lebih besar dari catatan Bank Indonesia (BI).

Mirisnya, berdasarkan laporan yang diungkap Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara (Sulut), Arbonas Hutabarat disebutkan bahwa hingga semester tiga di tahun 2019 terdapat 135 uang palsu. Di mana penyebarannya didominasi Kota Manado sebanyak 118 lembar, dan sisanya tersebar di sejumlah kabupaten/kota.

“Biasanya orang mengedarkan uang palsu di pasar tradisional. Karena itu masyarakat harus waspada dan teliti saat melakukan transaksi jual-beli, khususnya yang ada di kawasan pasar tradisional,” kata Arbonas pada acara Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC) di Scorta Room Four Points Hotel, Sabtu (21/9/2019).

Arbonas Hutabarat.

Memang jika dilihat dari volume atau jumlahnya mengalami penurunan di banding tahun-tahun sebelumnya. Namun kewaspadaan tetap harus ditingkatkan mengingat saat ini, dengan berbagai kecanggihan peralatan, orang yang tak bertanggung jawab akan lebih mudah mencetak uang palsu.

“Sejak 2016 kita berharap pemalsuan  lebih sedikit jumlahnya. Karena kami meningkatkan pengamanan. Tetapi pelanggar hukum tetap meningkatkan tetus pemalsuan,” kata Arbonas.

Sebelumnya, Arbonas menjelaskan secara detil bahwa tahun 2018 peredaran uang palsu tercatat sebanyak 723 lembar. Kemudian meningkat drastis 1,468 lembar pada tahun 2018. Dan lagi-lagi Kota Manado menjadi wilayah yang disasar pengedar uang palsu.

“Ada 859 lembar uang palsu yang beredar di bulan Desember 2018, yang paling banyak ada di wilayah Manado. Diikuti Bolaang Mongondow 543 lembar,” tandasnya sembari menambahkan bahwa pecahan uang palsu Rp100 ribu, terbanyak diedarkan yakni 38%. Selanjutnya, Rp50 ribu sebanyak 59%, sisanya Rp20 ribu ada 2% dan Rp10 ribu sebesar 1%.

“Sebenarnya kami sudah melakukan riset juga untuk membuat uang anti pemalsuan dengan belajar teknologi dari negara lain. Tujuannya untuk menaikkan tingkat kesulitan, tetapi kalau kita lihat orang tetap berusaha untuk memalsu,” tandasnya.

Untuk itu, Bank Indonesia berupaya meningkatkan intensitas sosialisasi di berbagai lini. “Masyarakat harus diedukasi, dengan mempejari ciri-ciri khusus uang Rupiah,” sebutnya.

Sementara itu, BI juga melakukan sosialisasi kepada kasir bank yang ada di Kota Manado.

“Perbankan sendiri kembali merefresh apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi dan memberantas peredaran uang palsu. Karena dari sisi ekonomi sangat  merugikan,” ujarnya kembali.

Sementara itu, Divisi Pengelola Uang Palsu, Imam Noegroho menjelaskan BI memiliki tiga strategi menghadapi peredaran uang palsu.

“Ada tiga strategi yang dilakukan BI, yakni langkah preventif, preemtif dan represif,” ujarnya.

Kasir bank saat mengikuti sosialisasi.

Secara preventif, yakni uang rupiah dilindungi dengan fitur pengaman yang baik. “Saat ini, BI melengkapi uang kertas Rupiah dengan 18 fitur pengaman. Untuk langkah preemtif, yakni mengenalkan keaslian uang kepada masyarakat melalui edukasi langsung dengan masyarakat. Dan represif kita libatkan aparat penegak hukum agar pengedar dapat diberikan efek jera,” imbuhnya.

Senada juga diungkapkan Kepala Divisi Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Layanan dan Administrasi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Utara (Sulut), Haratua Choky Panggabean, bahwa penanggulangan peredaran uang palsu, bukan hanya fokus di edukasi. Tetapi juga dengan cara antisipasi pada saat melakukan kas keliling di Sulut. “Hal itu kita lakukan secara kontinyu dan berkelanjutan. Terutama ke pedagang pasar karena mereka yang paling rentan terhadap peredaran uang palsu,” tukasnya.(eda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.