Manado, SULUTREVIEW
Keberadaan responden survey dan liaison memiliki peran penting bagi kelangsungan perekonomian daerah.
Terutama untuk menentukan arah serta langkah kebijakan bank sentral.
Karenanya, Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), menggelar event bertajuk ‘Temu Responden Survei dan Liaison’, yang bertujuan dapat meningkatkan sinergitas dan capaian suplai data perekonomian yang berkelanjutan.
“Kegiatan ini rutin dilaksanakan oleh BI, dengan harapan responden survey dan liaison dapat memberikan informasi tentang perkembangan harga hingga aktifitas ekonomi,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulut, Soekowardojo Selasa (23/10/2018).
Temu Responden Survei dan Liaison yang menghadirkan presenter Ledi Marina dari salah satu televisi nasional ini, menurut Soekowardojo lebih meningkatkan jumlah responden. Sebab, sejauh ini, masih sedikit perusahaan yang bersedia untuk bersinergi dengan BI. Terutama sektor ritel.
“Saya harapkan jumlah responden akan bertambah, khususnya ritel seperti Transmart, Indomaret, Hypermart, Alfamaret, Giant dan lainnya yang masih enggan jadi responden. Bahkan menolak,” tukasnya.
Di sisi lain, Soekowardojo juga menambahkan akan minimnya perusahaan yang transparan dalam mengungkap data yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi perekonomian.
“Data yang diberikan responden itu berkaitan dengan policy atau kebijakan yang diambil. Karena kalau informasi yang diberikan tidak lengkap maka hasilnya tidak efektif. Maka bisa saja informasi yang kita sampaikan dianggap tidak benar. Hal ini menjadi tantangan bagi kita,” tandasnya.
Lebih jauh, responden survey yang hadir disajikan materi berkualitas tentang Kinerja dan Outlook Perekonomian serta Kebijakan Bank Indonesia yang disampaikan Deputi Direktur BI, MHA Ridhwan PhD.
Ridhwan menjelaskan bahwa saat ini, pertumbuhan ekonomi dunia pelambatan. Terutama di Tiongkok. Sementara Amerika Serikat justru ekonominya membaik.
“Jadi ada kondisi perekonomian dunia yang tidak merata, yang satu tumbuh kuat tapi negara-negara lain mengalami pelambatan ekonomi. Dampaknya investasi yang masuk di Indonesia terutama berkaitan dengan financial market global. Tadinya asing beli saham beli obligasi dan segala macam jenis investasi, sekarang terutama di pasar keuangan justru menarik dan balik ke Amerika,” ujar Ridhwan.
Saat ini, lanjut Ridhwan, aliran modal asing terutama di pasar keuangan di 2018, banyak uang yang keluar sehingga rupiah mengalami depresiasi. “Kalau awal tahun Rp12 ribu, sekarang Rp15 ribu. Depresiasi kita sekitar 9% tapi dibanding Turki Brazil dan Argentina termasuk di India ternyata depresiasinya mencapai 12% diatas kita,” bebernya.
“Poin penting tekanan di pasar keuangan domestik dipengaruhi oleh meningkatnya sengketa dagang antara Amerika dengan Cina. Karena Amerika sekarang di bawah presiden Trump ingin menarik kembali investasinya. Kalau tadinya uang banyak investasi keluar dari Amerika, sekarang menarik kembali ke negara mereka,” imbuhnya.
Lebih jauh, BI juga menghadirkan Bisnisman Islamic School, H Dede Muharam Lc, yang mengungkap prospek serta tantangan dunia usaha dan investasi di Sulawesi Utara (Sulut).
Muharam, memotivasi para responden tentang peluang menciptakan produk yang dapat dilirik pasar dengan mengunggulkan produk daerah. Antara lain produk kelapa yang dapat dijadikan usaha kelapa parut, tepung kelapa, air kelapa, batok kelapa, arang, minyak kelapa, cengkih murni, cengkih giling, minyak cengkeh, abon ikan, briket arang, bakso ikan, kerupuk ikan dan ikan asin.(hilda)