Oleh : Dra Ivonne RJ Kawatu
SULUTREVIEW-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) saat ini terganggu oleh sekelompok orang yang hanya memikirkan kepentingan sendiri.
Hal itu lebih diakibatkan oleh “balas dendam” yang sudah terkonsep lama dan tidak pernah terwujud, hingga mencoba kembali mengoyakan Bangsa kita yang Berbhineka Tunggal Ika.
Pertentangan agama, suku dan ras yang dilahirkan kembali adalah segelintir orang yang seolah-olah tidak mengerti sejarah, tidak tahu perjuangan pendahulu kita , bagaimana peluh dan air mata dalam mempersatukan kehidupan Pancasila.
Secara jujur dan hati yang terbuka harusnya sadar bahwa yang terjadi saat ini karena tercorengnya hukum yang tidak berkeadilan yang berdampak fatal dan membahayakan stabilitas bahkan membawa pada masalah nasional menjadi bencana.
Negara kita adalah negara hukum dan apalah artinya pembuat hukum yang menjilat ludah sendiri karena ketidakmampuan dalam menegakkan keadilan seadil-adilnya dan kebenaran yang sulit dinyatakan.
Ini terlihat jelas, terjadi cuma karena melihat dari sisi ketakutan pada organisasi yang berlebel agama sehingga mengorbankan dan menindas minoritas yang nyata tidak bersalah.
Ketika pengambilan keputusan dianggap tidak arif dan bijak yang pasti membuat banyak orang kecewa, sakit hati terluka dan bernanah yang sulit disembuhkan.
Dan hal yang wajar ketika muncul dukungan gejolak kekecewaan dengan teriakan meminta keadilan ditegakkan . Tapi di sisi lain ada rasa bangga dan salut kepada anak-anak bangsa yang teriakannya tidak anarkhis tapi lewat kasih dalam solidaritas dengan menyalakan sejuta lilin dan doa.
Ungkapan keprihatinan dalam bentuk bunga papan serta persembahan lagu yang M
membangkitkan jiwa patriot nasionalisme, sehingga membawa pada kesejukan jiwa, karena dengan kasih pasti ada damai dan membawa kita pada persatuan dan sekedar diingatkan teriakan minta tolong seutuhnya hanya pada Allah Bapa di Surga.
Dengan demikian menjadi harapan kita yel- yel yang sudah kita gaungkan bersama tersadar bahwa Bangsa Indonesia menjunjung tinggi ideologi Pancasila yang tidak dapat di tawar, apalagi ditukar untuk pindah ke lain hati.
Dan Sulawesi Utara yang masyarakat toleran dan ramah, untuk tetap bersatu hati pempertahankannya karena ini menjadikan modal yang mampu menarik bidikan wisatawan mancanegara berkunjung sehingģa membuat terpesona melihat keberadaan Sulawesi Utara yang indah, nyaman dan damai yang punya pariwisata beragam apalagi mempunyai masyarakat majemuk yang rukun ( smille people) dan religius.
Untuk itu, kebersamaan tetap dibangun dan kerukunan tetap dijaga dan dipelihara. Karena seribu satu kemungkinan gangguan dapat terjadi. Mengapa ?
Karena kerukunan sifatnya tumbuh sebagai satu proses yang dapat berubah setiap saat. Ibarat tanaman harus senantiasa dijaga, disiangi, digemburkan tanahnya, dipupuk dan disiirami agar pohon kerukunan dapat tumbuh subur mengakar dan lestari dissepanjang abad sehingga kita masyarakat Sulawesi utara ikut Memayu Huyuning Buana atau Menjaga Keserasian Jagad Raya beserta isinya.
Hal Ini menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemuka agam, adalah tokoh masyarakat dan tentu kita semua masyarakat Bumi Nyiur Melambai yang kita cintai bersama.
Pertahankanlah Sulut sebagai barometer, kerukunan yang semakin berkilau Memancarkan Cahaya Kedamaian Menerangi Seluruh Penjuru Dunia Karena Torang Samua Basudara Yang Adalah Ciptaan Tuhan. (*)