Manado, SULUTREVIEW
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menolak rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang direncanakan oleh DPR untuk disahkan pada akhir September 2019 ini.
Menurut Ketua Umum Pengurus IJTI, Yadi Hendriana, Jika RUU KUHP ini disahkan menjadi Undang Undang maka ini akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers yang tengah tumbuh dan berkembang di tanah air.
“Pasal-pasal dalam RUU KUHP akan berbenturan dengan UU Pers yang menjamin dan melindungi kerja-kerja pers,” ujar Ketua Umum Pengurus IJTI, Yadi Hendriana dalam rilis yang diterima Telegrafnews, Senin (23/9) 2019.
Yadi menjelaskan, kemerdekaan Pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi dalam demokrasi.
“Tanpa kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi maka demokrasi yang telah diperjuangkan dengan berbagai pengorbanan, akan berjalan mundur,” jelas Yadi.
Dirinya melanjutkan bahwa keberadaan pasal pasal karet di RUU KUHP akan mengarahkan pada praktik otoritarian.
“Seperti yang terjadi di era Orde Baru yang menyamakan kritik pers dan pendapat kritis masyarakat sebagai penghinaan dan ancaman kepada penguasa,” tambah Yadi.
Adapun diuraikan Pengurus IJTI, pasal-pasal yang mengancam Kebebasan Pers adalah sebagai berikut :
1. PASAL 219 TENTANG PENGHINAAN TERHADAP PRESIDEN ATAU WAKIL PRESIDEN
2. PASAL 241 TENTANG PENGHINAAN TERHADAP PEMERINTAH
3. PASAL 247 TENTANG HASUTAN MELAWAN PENGUASA
4. PASAL 262 TENTANG PENYIARAN BERITA BOHONG
5. PASAL 263 TENTANG BERITA TIDAK PASTI
6. PASAL 281 TENTANG PENGHINAAN TERHADAP PENGADILAN
7. PASAL 305 TENTANG PENGHINAAN TERHADAP AGAMA
8. PASAL 354 TENTANG PENGHINAAN TERHADAP KEKUASAAN UMUM ATAU LEMBAGA NEGARA
9. PASAL 440 TENTANG PENCEMARAN NAMA BAIK
10. PASAL 444 TENTANG PENCEMARAN ORANG MATI
Presiden Joko Widodo sudah meminta agar pengesahan RUU KUHP ini ditunda dan tidak harus dipaksakan untuk disahkan oleh DPR periode sekarang. Namun, jika DPR tetap bersikeras mengesahkan RUU KUHP ini,
RUU KUHP akan tetap berlaku meskipun presiden sebagai kepala negara tidak menandatanganinya.
Situasi ini menurut Yadi, menunjukkan adanya darurat kebebasan pers, RUU KUHP ini bisa akan dijadikan alat untuk membungkam pers yang kritis.
“Tidak ada cara lagi selain kita harus menolak. Insan pers, penggiat demokrasi dan seluruh lapisan masayarakat harus bersatu bersama-sama menolak RKUHP,” tegas Yadi didampingi Sekjen Indria Purnama Hadi.
“Melalui petisi ini Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengajak seluruh elemen pers dan seluruh lapisan masyarakat menolak RKUHP,” pungkas Yadi.(rey)