RUU PKS Dibahas Setelah Pemilu

Jakarta, SULUTREVIEW

Anggota Komis VIII DPR RI,  Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan RUU penghapusan kekerasan seksual (PKS),  pembahasannya akan dilakukan setelah Pemilu.

“Kemungkinan besar akan dibahas setelah pileg dan Pilpres atas beberapa alasan,  Jadi kalau tahun lalu polemiknya adalah kenapa kok mandek,  kenapa belum dibahas, sekarang polemiknya adalah kok tiba-tiba udah mau disahkan, padahal dibahas aja belum,” kata politisi  Partai Gerinda itu dalam forum Legislasi tema, “Progres RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)?” Di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa(26/2/2019).

Menurutnya pengajuannya oleh beberapa teman di Badan legislasi sebagai RUU yang dajukan oleh anggota DPR yang akhirnya disetujui menjadi RUU Inisiatif DPR itu tahun 2017. “setelah di sahkan menjadi RUU baru diajukan ke Bamus dan Bamus akhirnya menyepakati untuk dibahas oleh panja di komisi VIII dan suratnya baru masuk di komisi VIII pada akhir 2017 dan kami baru membentuk panja untuk RUU Penghapusan kekerasan seksual itu diawal 2018,” tukasnya.

Sehingga pembahasan itu sebenarnya belum terjadi, RUU ini sudah diajukan, akhirnya sudah ada Panja  yang ada di komisi VIII tetapi baru ada rapat.

panjan pemerintah itu langsung mengajukan DIM(daftar inventaris masalah)  Pemerintah dan baru DIM awal.

“Sepertinya sudah ada beberapa perubahan , tetapi itu dari awal dari pemerintah yang liding sektornya waktu itu adalah kementerian pemberdayaan perempuan perlindungan anak,” katanya. Selain itu,  ada beberapa kementerian yang lainnya. Sejauh ini  yang telah dilakukan oleh panja RUU penghapusan kekerasan seksual adalah melakukan rapat dengar pendapat umum dengan tokoh-tokoh masyarakat,  akademisi tokoh agama dan fsikolog. Bahkan juga dengan Komnas perempuan dan forum pengaduan layanan selaku perancang dari RUU ini.

“Jadi  RUU ini di tangkap atau di dorong ke Baleg oleh rekan-rekan saya waktu itu adalah Ami Surya (PAN)  dan juga Nini Wafiroh (PKB), ini supaya jelas siapa yang waktu itu mengajukan di  badan legislasi, karena saya waktu itu belum ada di bagian Legislasi,” ungkapnya seraya menambahkan jadi supaya jelas dulu bahwa pembahasan di  DPR itu belum dilakukan. Sehingga draft yang selama ini  tersebar itu adalah  draft awal  yang diajukan oleh lembaga dan masyarakat. ” jadi belum ada sama sekali masukan-masukan dari fraksi-fraksi maupun juga pembahasan tentang daftar inventaris masalah  (DIM) itu belum ada,  ini supaya clear semuanya,” ulasnya.

Yang pasti semua masukan dari masyarakat masih sangat bisa diterima dan ditampung melalui fraksi-fraksi, tambahnya.  Komnas perempuan yang merupakan adalah salah satu perancang dari RUU ini, Jadi ini yang merancang adalah lembaga negara, bersama dengan masyarakat masyarakat melalui forum pengaduan layanan yang mereka adalah pendamping dari korban kekerasan seksual di seluruh Indonesia,  ini mungkin juga harus menjelaskan.(rizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.