Manado, SULUTREVIEW – Menteri Agama (Menag) RI, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan kehidupan yang rukun dan damai antar umat beragama, tidak spontan turun dari langit. Melainkan harus terus diupayakan oleh semua elemen masyarakat.
Meski demikian, Lukman Hakim mengapresiasi, bahwa di tengah-tengah kemajemukan yang luar biasa, bangsa Indonesia masih mampu menjaga jati dirinya. “Di beberapa tempat memang masih ada kasus-kasus yang memerlukan perhatian serius pemerintah, namun jati diri bangsa masih terjaga,” ujarnya saat menjadi keynote speaker pada seminar nasional kebangsaan yang diprakarsai oleh Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) bersama Pemprov Sulut Kamis (26/10/2017).
Lukman juga menyebutkan tingkat kerukunan hidup antar umat beragama di Sulut dinilai tinggi, berikut NTT dan Bali. “Indeks daerah-daerah yang kerukunannya baik, tentunya harus dijaga, dipelihara dan dirawat sebaik-baiknya,” tandasnya sambil mengapresiasi masyarakat Sulut, dapat menjaga, memelihara sekaligus merawat kerukunan sehingga agama bisa dikembalikan kepada substansi dan esensi ajaran yang sesungguhnya.
Lukman juga menyinggung soal penghentian ibadah di Yogyakarta. “Kiranya semua elemen masyarakat mampu bertoleransi kepada sesama dalam menjalankan agama,” tukasnya.
Lebih jauh, Lukman juga menegaskan perlunya membedakan antara rumah ibadah dan tempat ibadah. “Kalau rumah ibadah, karena ini namanya rumah tentu ini ada konsekuensi secara yuridis, sosiologis dan izin, IMB dan kesepakatan warga setempat. Sedangkan tempat ibadah, semua orang bisa beribadah sesuai dengan agamanya dan di mana pun saja. Tapi pointnya adalah harus bisa memberikan toleransi,” tutupnya.
Diketahui, seminar nasional kebangsaan yang dilaksanakan dalam rangka HUT ke-84 KGPM, turut dihadiri tokoh-tokoh nasional dan Wakil Gubernur Sulut, Steven Kandouw.
“Apresiasi setinggi-tingginya untuk Pemprov Sulut dan KGPM karena selama 84 tahun berdiri, KGPM tetap menjaga komitmen sebagai gereja nasional yang terus meningkatkan pelayanannya,” katanya.(hilda)