Putusan MK 21 Desember 2023, Dinilai Berpotensi Timbulkan Kekacauan

Gedung MK. Foto : ist

Manado, Sulutreview.com – Sejumlah kepala daerah, yang diwakili Kuasa Hukum Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Elly Engelbert Lasut dan Wakil Bupati Moktar Arunde Parapaga, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra SH MSc telah mengajukan Permohonan Uji Materiil atas ketentuan pasal 201 ayat (5) Undang-undang Pilkada.

Aturan tersebut, juga berkaitan dengan
Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Menjadi Undang Undang terhadap pasal 18 ayat (4), ayat (5), ayat (7) dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Dalam Permohonan Uji Materiil dimaksud dalam Perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023, Yusril menegaskan bahwa Pemohon memahami MK sebelumnya telah beberapa kali melakukan pengujian atas ketentuan pasal 201 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016, sebagaimana tertuang dalam beberapa putusan, yaitu :

a. Nomor 55/PUU-XXI/2019, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7) dan ayat (9), dengan batu uji pasal 1 ayat (2), pasal 4 ayat (1), pasal 22E ayat (1), pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) Undang Undang Dasar 1945.

b. Nomor 67/PUU-XXI/2021, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7) dan ayat (8), dengan batu uji pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1) dan pasal 28I ayat (2) Undang Undang Dasar 1945.

c. Nomor 81/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7), batu uji pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Undang Undang Dasar 1945.

d. Nomor 37/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (9), Penjelasan Pasal 201 ayat (9), Pasal 201 ayat (10) dan Pasal 201 ayat (11). Batu Uji Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 28D ayat (1) Undang Undang Dasar 1945.

e. Nomor 95/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8), Batu Uji Pasal 22E ayat (1) Undang Undang Dasar 1945.

Semuanya memiliki substansi yang sama yaitu periodisasi masa jabatan yang terkurangi akibat berlakunya Ketentuan Pilkada Serentak pada tahun 2024.

Namun demikian belum ada satupun yang menguji Ketentuan Pasal 201 ayat (5), sebagaimana dimohonkan dalam Perkara Uji Materiil Nomor 62/PUU-XXI/2023. Hasilnya ternyata sama yaitu Mahkamah Konstitusi menolak Permohonan Uji Materiil Nomor 62/PUU-XXI/2023 yang dimohon Yusril Ihza dan kawan-kawan.

Untuk itu, dalam Perkara Permohonan Uji Materiil yang diajukan oleh Gubernur Maluku Murad Ismail dkk. Perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023, yang dimohon untuk diuji adalah Ketentuan Pasal 201 ayat (5) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Di mana Gubernur, Bupati, Wali Kota dan Wakil-Wakilnya hasil Pilkada tahun 2018 menjabat sampai 2023, oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 143/ PUU-XXI/2023, tanggal 21/12/2024, mengabulkan sebagian dan menyatakan pasal 201 ayat (5) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang semula menyatakan Gubernur, Bupati, Walikota dan Wakil hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai tahun 2023 bertentangan dengan undang undang dasar dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Sepanjang tidak dimaknai “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati satu bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara secara serentak secara nasional tahun 2024.

Sehingga norma pasal 201 ayat (5) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati satu bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara secara serentak nasional tahun 2024.

Oleh karena Putusan MK ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekacauan berupa bongkar pasang kebijakan pembentukan undang undang dan bermotif politik elektoral untuk 2024, sehingga Satu Putusan Perkara yaitu Perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 harus menabrak Enam Putusan lain yang amarnya sama, membuktikan bahwa Mahkamah Konstitusi sudah menjadi alat kekuasaan dampak dinasti sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 lalu.

Menteri dalam negeri diminta tidak boleh mengeksekusi putusan Mahkamah Konstitusi ini agar tidak menimbulkan kekacauan dalam pemerintahan karena pejabat (Plt) yang sudah dilantik telah kehilangan jabatan strategis lainnya sebelum jadi Plt gubernur, bupati dan wali kota. Ini beraroma politik elektoral Pilpres 2024.(eda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.