Rawan Terjadi Penyelundupan Senpi, Kejagung RI Tinjau Perbatasan Filipina

Asisten Pemerintahan Denny Mangala bersama koordinator Kejagung I Dewa Gede Wirajana, dan Kaban Perbatasan Djjeemi Gagola. Foto : Hilda

Manado, Sulutreview.com – Pulau Miangas dan Marore menjadi wilayah yang berdekatan dan berbatasan langsung dengan negara Filipina.

Muncul kekhawatiran bahwa wilayah perbatasan ini, rawan terhadap berbagai aksi kejahatan, seperti penyelundupan senjata api (senpi), ayam Filipina dan minuman keras (miras).

“Miangas dan Marore merupakan wilayah yang angat dekat dengan Filipina. Kami mengkhawatirkan akan adanya penyelundupan senjata api, ayam dan miras, yang dilakukan masyarakat masuk ke Filipina dan Sulut,” ungkap I Dewa Gede Wirajana, koordinator tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI yang melakukan kunjungan kerja ke Pemprov Sulut, yang digelar di ruang Tumbelaka, Rabu (14/6/2023).

Sebagai bentuk keseriusan, Wirajana bersama tim turun langsung meninjau wilayah kepulauan Sangihe Talaud, sejak Senin (12/6/2023).

“Kami melakukan pemetaan, pengumpulan data dan informasi tentang adanya ancaman hambatan gangguan dan tantangan yang mungkin terjadi di wilayah Sulut,” ujarnya.

Tim juga melaksanakan sejumlah kegiatan, salah satunya koordinasi dengan pihak Imigrasi dan Pemerintah Kabupaten Silangihe,” tukasnya.

Ia berharap melalui pertemuan dengan Pemprov Sulut akan mendapatkan banyak informasi. Itulah yang menjadi alasan dilaksankan Rakor Pengawasan Wilayah Teritorial, Pengumpulan Data Informasi di Wilayah Perbatasan Negara di Provinsi Sulut, Indonesia-Provinsi Davao Occidental Filipina.

Kunjungan Tim Kejagung diterima Asiten Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Sulut, Denny Mangala.

Ia menjelaskan, Sulut memiliki 15 kabupaten/kota, dengan jumlah kecamatan 171, desa 1.597 dan 333 kelurahan.

“Kondisi wilayah kita di Sulut, merupakan salah satu wilayah kepulauan di Indonesia. Kita ada 3 kabupaten yang ada di kepulauan, yakni Talaud, Sangihe dan Sitaro,” kata Mangala.

Selanjutnya, terdapat 12 pulau kecil terluar, 9 berpenghuni dan 3 tidak berpenghuni.

“Terdapat tiga pulau yang berpenghuni, Sangihe, Talaud dan Sitaro. Wilayah yang berbatasan langsung dengan Filipina, yakni Miangas dan Marore. Bahkan lebih dekat Filipina daripada Manado. Kita juga ada Pelabuhan Bitung sebagai Hub Port,” jelas Mangala.

Disampaikan Mangala, ada kisah yang menarik, terkait warga Sangihe-Filipina atau yang kerap disebut ‘Sapi’ atau sebaliknya Filipina-Sangihe.

“Karena memang orang Sangihe yang menetap di Mindanao, dulu berjumlah 3 ribuan, sekarang sudah 8 ribu lebih. Sedangkan orang Sangihe yang kerja di Sulut sekitar 1.000-an,” ujar Mangala.

Dari sisi kendala, yang dihadapi pemerintah saat ini, adalah berkaitan dengan pendataan kependudukan. “Karena letak pulau-pulau terluar lebih dekat Filipina, maka kegiatan ekonomi dilakukan secara barter. Inilah yang sulit kita pantau. Memang di Marore dan Miangas ada pangkalan TNI tapi operasionalnya tak setiap hari, atau hanya sewaktu-waktu saja,” tandasnya.

Aksi crime atau kejahatan di wilayah kepulauan, tambah Mangala, adalah penyelundupan senpi. “Kita khawatirkan jalur yang ada menjadi penyelundupan senjata api dan aksi crime. “Tetapi yang masih terjadi, adalah pengiriman alkohol yang dibawa ke Sangihe dan tembus Manado. Ada juga barang-barang dari Cina,” sembari menambahkan kondisi pos lintas batas yang ada, masih memiriskan.

“Karena wilayah perbatasan merupakan pulau yang kecil. Kalau bisa pos lintas batas, diupayakan untuk rehabilitasi terutama di Miangas dan Marore. Kita sudah usulkan ke pusat ada perhatian,” ujarnya.

Ia juga merinci masalah pertanahan, yang sering terganjal pemindahtanganan tanah, yang hanya mengandalkan saling percaya. “Tanpa dukungan dokumen, seperti perkembangan selanjutnya, transaksi yang jadi masalah karena saling klaim. Namun, dengan kebijakan Badan Pertanahan Nasional, untuk melakukan program PTSL, yang kemudian dibuat legal standing.

Kaban Perbatasan Provinsi Sulut, Djemmy Gagola turut hadir.(eda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.