Manado, SULUTREVIEW
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Utara (Sulut) pada bulan Maret tahun 2019 tercatat sebesar 7,66 persen atau terendah se-Sulawesi. Bahkan masih berada di bawah nasional yang mencapai 9,41 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara Ateng Hartono menjelaskan angka kemiskinan di Sulut mengalami peningkatan sedikit atau sekitar 0,07 point dibandingkan dengan September 2018 yang besarnya 7,59 persen.
“Jika dibandingkan pada bulan yang sama tahun 2018 atau Maret 2018 yang mencapai 7,80 persen, berarti mengalami penurunan sebesar 0,14 point,” jelas Ateng seperti dikutip Kabag Humas Setdaprov Sulut, Christian Iroth SSTP, Senin (15/7/2019).
Peningkatan penduduk miskin pada Maret 2019 jika dibandingkan dengan September 2018 disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk miskin di perkotaan. Di mana pada Maret 2019 penduduk miskin di perkotaan sebanyak 65,49 (ribu) jiwa atau sekitar 5,01 persen dari total penduduk perkotaan. Sedangkan pada bulan September jumlah penduduk miskin perkotaan sebanyak 62,11 ribu jiwa atau 4,82 persen.
Sebagai bahan perbandingan, jumlah penduduk miskin di pedesaan pada bulan September 2018 sebanyak 126,93 ribu atau sekitar 10,57 persen dari total penduduk di pedesaan. Maret tahun 2019 menangalami penurunan menjadi 126,20 ribu atau sekitar 10,56 persen dari total penduduk pedesaan.
Tambah dia, peningkatan penduduk miskin di perkotaan ternyata juga diikuti dengan peningkatan indeks kedalaman kemiskinan dari 0,627 pada bulan September 2018 menjadi 0,773 pada bulan Maret 2019. Hal tersebut berarti rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perkotaan cenderung samakin jauh dari garis kemiskinan. Demikian juga dengan indeks keparahan kemiskinan perkotaan bulan Maret 2019 lebih tinggi dibandingkan dengan September 2018, masing-masing nilainya 0,112 menjadi 0,158. Artinya, ketimpangan rata-rata pengeluaran antara penduduk miskin di perkotaan semakin melebar.
Adapun untuk pedesaan, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Maret 2019 lebih rendah dibandingkan dengan Septermber 2018. Hal ini berarti rata-rata pengeluaran penduduk miskin pedesaan semakin mendekati garis kemiskinan serta juga ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin rendah.
Berikut Faktor-faktor yang Kecenderungan Berpengaruh terhadap Tingkat Kemiskinan selama periode September 2018 – Maret 2019 antara lain:
1. Selama periode September 2018 – Maret 2019 terjadi inflasi atau peningkatan harga-harga secara umum sebesar 2,54 persen, dimana kelompok bahan makanan mengalami inflasi paling tinggi, yaitu mencapai 6,99 persen.
2. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk pada kelompok 40 persen menengah dan 20 persen teratas mengalami penurunan dibanding September 2018, yaitu secara berurutan sebesar 1,03 persen dan 0,80 persen. Secara total, rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk mengalami penurunan 0,25 persen.
3. Pada periode Agustus 2018 – Februari 2019, persentase pekerja rentan mengalami peningkatan sebesar 2,20 persen poin. Pekerja Rentan adalah pekerja yang mempunyai status berusaha sendiri, pekerja bebas (pertanian dan nonpertanian), dan pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar. Pekerja ini rentan terhadap gejolak ekonomi dengan kondisi kerja di bawah standar, risiko tinggi, berpenghasilan rendah dengan tingkat kesejahteraan di bawah rata-rata.
4. Khusus untuk perkotaan, berdasarkan hasil Susenas Maret 2019: rata-rata pengeluaran perkapita perbulan pada semua kelompok lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan Garis Kemiskinan Perkotaan, ini menyebabkan kemiskinan di perkotaan naik.
5. Sebagai bahan perbandingan, rata-rata pengeluaran perkapita perbulan pada kelompok desil bawah di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan Garis Kemiskinan pedesaan. Hal tersebut menyebabkan kemiskinan di daerah pedesaan menurun.(ist)