Manado, SULUTREVIEW
Meski memasuki bulan Ramadhan, namun inflasi Sulawesi Utara (Sulut) pada Mei 2018 mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya dan periode yang sama di tahun sebelumnya hingga ke level 0,55% (mtm).
Inflasi tahun kalender Sulut tercatat sebesar 2,84% (ytd), dan inflasi tahunan sebesar 3,97% (yoy). Secara bulanan, inflasi Sulut pada Mei turun dibandingkan dengan realisasi inflasi Sulut bulan sebelumnya (1,09% mtm).
Sementara, inflasi nasional Mei tercatat sebesar 0,21% (mtm). Berdasarkan komponennya, inflasi terjadi pada kelompok bahan makanan bergejolak, yakni Volatile Foods (VF) dengan sumbangan sebesar 0,43% (smtm*).
Kelompok core dan administered prices (AP) mengalami inflasi dengan andil masing-masing sebesar 0,07% (smtm*) dan 0,05% (smtm*).
Inflasi bulanan Mei 2018 terutama disebabkan komoditas tomat sayur dan bawang merah. Inflasi kelompok VF tercatat sebesar 2,03% (mtm) yang terutama disumbang oleh komoditas tomat sayur, yang memiliki andil 0,37% (smtm*), menurun jika dibandingkan bulan sebelumnya, 1,21% (smtm*). Selain tomat sayur, komoditas lain yang memberikan sumbangan inflasi dari kelompok VF yaitu bawang merah.
“Penyebab tingginya inflasi kelompok VF terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan terkait perayaan hari.besar keagamaan dan curah hujan yang tinggi pada Mei sebagaimana prakiraan BMKG Sulut,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Soekowardojo Senin (4/6/2018).
Dari informasi yang dikumpulkan di lapangan, pasokan tomat sayur cenderung mengalami penurunan yang disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu membuat
petani mendorong bersikap menunggu. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari risiko kerusakan.
Selanjutnya, kata Soekowardojo, selisih harga positif antar Manado dan daerah lain mendorong petani melakukan arbitrase dengan menjual ke luar daerah. Berikut harga cabai yang lebih tinggi dari tomat sayur serta risikonya yang lebih rendah mendorong petani memilih menanam cabai. Diikuti saprodi (bibit dan pupuk) di beberapa tempat dilaporkan mengalami kendala untuk pasokannya.
“Inflasi pada kelompok core didorong oleh komoditas Paket Liburan (0,07%,smtm*), dan minuman ringan (0,06% smtm*). Peningkatan inflasi komoditas paket liburan sejalan dengan musim libur lebaran yang relatif panjang bersamaan dengan libur sekolah. Namun, faktor tersebut biasanya bersifat musiman,” tambahnya.
Diketahui nflasi pada kelompok AP disumbang oleh tarif angkutan udara yang mengalami inflasi sebesar 3,55% (mtm). Permintaan angkutan udara meningkat menjelang libur panjang Hari Raya Idul Fitri 2018. Hal ini memicu terjadinya inflasi pada komoditas angkutan udara, sehingga berkontribusi mendorong laju inflasi Mei 2018.
Diperkirakan untuk bulan Mei 2018, tekanan inflasi berpotensi menurun, sejalan dengan menurunnya permintaan terhadap bahan makanan akibat berakhirnya periode bulan puasa. Namun, perlu diwaspadai belanja masyarakat yang berpotensi berlebihan menjelang Hari Raya Idul Fitri pasca pembayaran THR dapat menjadi faktor pendorong laju inflasi di bulan Juni.
Sepanjang tahun 2018, Bank Indonesia Provinsi Sulut memperkirakan inflasi Sulut tahun 2018 akan berada pada rentang 2,5±1% (yoy). TPID Sulut telah melaksanakan upaya-upaya antisipasi kenaikan harga di Bulan Ramadhan melalui koordinasi intensif dengan instansi terkait lainnya. Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah Sidak (Inspeksi mendadak) pasar bersama, pasar murah, operasi pasar bersama Bulog, penguatan fungsi TTIC (Toko Tani Indonesia Center) serta pengendalian ekspektasi masyarakat melalui informasi terkini ketersediaan pangan. Upaya tersebut diharapkan mampu untuk menjadi langkah antisipatif dalam menjaga stabilitas harga komoditas pangan menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh di Bulan Juni 2018.(hilda)