Manado, SULUTREVIEW – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP&PA) bersama Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), mengedukasi mahasiswa akan pentingya peran mahasiswa dalam perlindungan anak Indonesia dari berbagai pengaruh negatif atau bahaya laten.
Pada kesempatan ini, Staf Khusus Menteri, Kementerian PP&PA Benny B Arnaldo Naraha yang didampingi fasilitator Margareth Robin Korwa SH MH membagikan tentang Perlindungan Anak, yang terurai dalam Pasal 20 UU No 35 Tahun 2014, tentang Tanggung Jawab Bersama Perlindungan Anak Pasal 72 UU No 35 Tahun 2014, tentang Perlindungan Anak.
Menurutnya mahasiswa perlu diedukasi. Mengingay mahasiswa dekat dengan anak.
“Dari segi usia, komunikasi dan psikologis. Mereka dekat dengan anak. Bahkan mahasiswa sebagai iron stock dan agent of change dan social control. Mahasiswa Iebih berpotensi dari segi mobilitas, kuantitas & kualitas,” ujarnya di ruang WOC pemprov Sulut baru-baru ini.
Lanjut kata dia, potret permasalahan anak di Provinsi Sulut dan upaya pencegahannya perlu melibatkan mahasiswa. Terutama akan bahaya Laten dan bahaya yang tidak tampak di permukaan dari berbagai pengaruh negatif seperti NAPZA dan miras, pedofllia, LGBT, kekerasan, pelecehan seksual dan seks bebas, kecanduan intemet/ game online sert perdagangan manusia.
“Kesemuanya itu perlu diantisipasi. Sebab bahaya laten yang mengancam anak-anak dapat terjadi di tempat yang dianggap aman. Pelakunya pun bisa juga dilakukan oleh orang orang yang dianggap aman,” tandasnya sembari menambahkan keikutsertaan mahasiswa dapat direalisasikan dalam bentuk peran mahasiswa seperti membuat vlog serta kreativitas lainnya yang dipastikan dapat meminimalisir.
Lebih jauh dijelaskan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Daerah Provinsi Sulut Ir Mieke Pangkong MSi dari 2,4 juta penduduk di Sulut sebanyak 35% adalah anak. Dan peran perempuan cukup mendominasi. Di mana berdasarkan catatan yang dihimpun dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), sepanjang 2017 ada 127 kasus yang meliputi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun kekerasan terhadap perempuan dan anak. Berikut 20 kasus trafficking/(P2TP2A) dan 5 kasus (Polda). Sementara jumlah anak putus sekolah mencapai 33,957 anak. Diikuti dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 17,09 persen atau 18,128.
“Akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak. Akhiri perdagangan orang dan akhiri kesenjangan ekonomi perempuan. Hal ini perlu koordinasi semua pihak, baik pusat, pemerintah daerah dan Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Perempuan dan Anak, dunia usaha maupun media di wilayah kerja masing-masing termasuk mahasiswa,” jelas Pangkong.
Pangkong juga menyebutkan tentang tugas pokok yang ditangani yang meliputi 4 bidang teknis, yakni pengarusutamaan gender, bidang perlindungan hak perrmpuan, perlindungan khusus pemenuhan hak anak dan partisipasi masyarakat.
“Untuk proses pengaduan kami dibantu konselor, LBH Unsrat, advokat tenaga psikolog dan terapis,” imbuhnya.
Diketahui, Kementerian PP&PA telah menggagas keterlibatan masyarakat melalui One Student Save One Family (OSSOF), di mana adanya keterlibatan mahasiswa dapat ikut serta dalam upaya bersama melindungi keluarga.
“Kami herharap mahasiswa dapat berperan dalam dan bersinergi dengan Dinas PP-PA provinsi untuk menjadi vocal point dalam membawa Informasi yang bermuatan positif, sehingga dapat merangsang kesadaran masyarakat untuk menciptakan rasa aman bagi perempuan dan anak, dimulai dari diri sendiri, keluarga dan bermasyarakat,” kunci Pangkong.(hilda)