KPU Gandeng Dewan Pers Edukasi Jurnalis Beretika

Manado, SULUTREVIEW – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dan Dewan Pers mengedukasi wartawan tentang etika jurnalisme.

Hal itu dilakukan agar ketika meliput dan menyajikan berita, khususnya di moment pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada), wartawan dapat tampil dan berperan untuk mencerdaskan masyarakat, penyelenggara maupun peserta pemilu.

Ketua KPU Sulut, Yessy Y Momongan STh MSi mengatakan menyongsong pelaksanaan pemilu serentak, yakni pemilihan legislatif dan pemilihan presiden pertama yang digelar pada 2019 mendatang, media dituntut obyektif. Sebab sudah menjadi keharusan jika seorang wartawan itu mengetahui aturan main dalam menulis berita.

“Media dalam pemberitaan harus obyektif dengan tujuan mengedukasi dan mencerdaskan masyarakat. Itulah sebabnya kami (KPU) ingin mendapatkan wartawan yang profesional. Artinya mampu mengkritik penyelenggara pemilu,” ungkap Momongan pada Focus Group Discussion Etika Jurnalisme Pemilu Berintegritas di Aryaduta Sabtu (21/4/2018).

Lanjut kata Momongan, KPU sangat berharap Sulut memiliki wartawan yang tidak berpihak pada yang salah. Tetapi bagaimana mencerdaskan dengan pemahaman aturan yang benar. “Kita akan mendesain pemilu 2019 yang lebih baik. Sebab kita sudah melewati pemilu 2014 yang memunculkan persoalan besar. Di mana KPU melakukan penghitungan kembali untuk Kota Manado,” jelas Momongan.

Sementara itu, anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi dengan pemaparan yang energik menyampaikan banyak pengalaman kepada wartawan. Antara lain tentang perselingkuhan antara media jurnaliddengan politisi atau partai yang mrlibatkan uang dengan mengorbankan independensi media.

Menurutnya, ada kalanya wartawan mengemas kampanye dalam bentuk news terselubung atau segemen program berita, kolom berita, talkshow, baik di media cetak , elektronik, maupun online atau portal berita. Padahal sudah ada batasan yang diatur dalam PKPU. Bahkan berita hoax di medsos juga dijadikan sumber berita di media cetak atau elektronik.

“Proses informasi dan edukasi jembatannya adalah media. Karena itu wartawan tak sepatutnya menayangkan berita dengan isu SARA yang provokatif,” ujarnya sambil menambahkan bahwa sebagai wartawan tidak cukup cerdas saja. “Kecerdasan penting tetapi dibutuhkan juga kebijaksanaan bagaimana cara media menyajikannya. Kritis harus tetapi tidak provokatif,” tandasnya.

Lanjut kata Silalahi, wartawan dalam menyajikan pemberitaan khususnya di era digital saat ini, harus berimbang dengan sumber berita yang jelas. “Tidak beritikad buruk serta tidak menjadikan media sosial sebagai sumber informasi untuk dijadikan berita,” katanya kembali.

Di sisi lain, Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulut, yang juga wartawan Tribun Manado, Aswin D Lumintang mengatakan wartawan yang profesional harus mengedepankan akurasi pemberitaan. “Bukan sekedar mengumpulkan informasi tetapi juga memperhatikan kode etik dan perilaku. Dengan demikian berita yang disampaikan dapat mengedukasi masyarakat,” sebutnya.

Lebih jauh, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yinthze Lynvia Gunde menegaskan bahwa wartawan AJI yang mengambil keputusan untuk terlibat aktif dalam politik, wajib untuk mundur dari keanggotaan. “Saat ini sudah ada dua anggota AJI yang mundur karena ikut aktif dalam kegiatan politik. Ada konsekuensi yang harus disikapi. Sebab wartawan harus netral,” imbuhnya.

FGD ini dimoderatori oleh wartawan Metro TV yang juga Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulut, Amanda Komaling.(hilda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *