Manado, SULUTREVIEW – Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara menyebutkan
indeks literasi keuangan di Sulawesi Utara (Sulut) masih rendah, yaitu sebesar 28,7% dengan tingkat inklusi keuangan sebesar 68,4%.
Hal ini menunjukkan banyak masyarakat yang telah menggunakan produk keuangan tanpa dibekali pemahaman keuangan yang memadai.
Sementara itu, hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan tahun 2016 tercatat menunjukkan besaran 67,8% masyarakat yang telah menggunakan produk dan layanan keuangan, namun hanya 29,7% masyarakat yang well literate.
“Karena itu, emerintah terus berupaya untuk meningkatkan pemerataan pendapatan maupun pertumbuhan yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah juga sedang membangun kebijakan domestik yang kuat untuk mendapatkan pertumbuhan yang lebih inklusif dan seimbang sehingga diharapkan, tidak ada wilayah yang tertinggal dan tidak menikmati pertumbuhan tersebut. Antara lain, melalui penciptaan pusat ekonomi baru,” ungkap Tirta di sela-sela Lokakarya Keuangan dengan tema “Sinergi Pemerintah dan Lembaga dalam Peningkatan Perekonomian Daerah dan Pencapaian Inklusi Keuangan” yang digelar di aula Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulut, Senin (27/11/2017).
Lanjut katanya, penggunaan produk dan layanan keuangan oleh masyarakat, termasuk masyarakat Sulut, akan menjadi salah satu sumber dana bagi pemerintah. Terutama untuk pembangunan dan memperkuat ketahanan sistem keuangan Indonesia terhadap goncangan keuangan.
Padahal terkait hal tersebut, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), sebagai upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal. Antara lain melalui peningkatan pemahaman dan ketersediaan layanan keuangan formal sesuai dengan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat.
“SNKI ini akan berfungsi sebagai pedoman bagi pimpinan Kementerian dan lembaga dalam menetapkan kebijakan sektoral, termasuk bagi kepala daerah dalam menetapkan kebijakan daerah yang terkait dengan Keuangan Inklusif,” sebut Tirta sembari menambahkan bahwa Peraturan Presiden tersebut menargetkan 75% masyarakat Indonesia telah menggunakan produk dan layanan keuangan di tahun 2019.
“Untuk mencapai keuangan inklusif tersebut, pemerintah mencanangkan lima pilar SNKI yaitu, edukasi keuangan, hak properti masyarakat, fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan, layanan keuangan pada sektor pemerintah, dan perlindungan konsumen,” kata Tirta.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Inklusi Keuangan, OJK, Eko Ariantoro dalam materi ‘Pentingnya Keuangan Inklusif dalam Pemerataan Perekonomian’ menjelaskan tentang sasaran inklusif keuangan adalah masyarakat yang merupakan IIntas kelompok, yaitu, pekerja migran dalam negeri dan internasional, ibu rumah tangga, kelompok masyarakat PMKS dan masyarakat di daerah terpencll, perbatasan dan pulau-pulau.
“Target ditentukan berdasarkan ekspektasi bahwa indeksi keuangan inklusif akan naik sebesar 8% per tahun (2015-2019) untuk mencapai target utama indeks keuangan inklusif 75% pada tahun 2019,” ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Vivi Yulaswati, lewat materinya yang berjudul “Implementasi Kebijakan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Peran Pemda Menyukseskan BPNT’ menyebutkan tujuan bantuan pangan untuk mengurangi beban pengeluaran. Sekaligus juga akan menghindarkan dari tindak korupsi.(hilda)