13 Negara Bahas Kelangsungan Produk Kelapa di Manado

Manado, SULUTREVIEW – Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sebagai salah satu daerah dengan unggulan produk kelapa terbaik, mendapat perhatian dunia.

Hal itu dibuktikan dengan berkumpulnya 13 negara berkembang, seperti Bangladesh, Fiji, Kiribati, Kamboja, Myanmar, Nauru, Papua Nugini, Sri Lanka, Solomon Islands, Timor Leste, Tonga, Samoa dan Indonesia.

Negara-negara tersebut secara khusus akan membahas kelangsungan produk kelapa melalui International Workshop on Coconut Development dengan tema “Innovation and Collaboration to Sustain Coconut Sector” pada tanggal 14-17 November 2017.

Kegiatan yang diprakarsai Pusat Non-Aligned Movement Ketjasama Teknik Selatan-Selatan (NAM CSSTC) dan Kementerian Luar Negeri RI, Kerjasama Teknis serta Badan Litbang Kementerian Pertanian RI dan Balai Riset Tanaman Palma Propinsi Sulut, sebagai upaya capacity building. Mengingat Indonesia menempati posisi pertama untuk produksi kelapa dan nomor dua untuk produksi minyak kelapa.

Duta Besar Direktur Non Aligned Movement-Centre for South-South Cooperation (NAM SSTC), Prianti Gagarin Djatmiko Singgih mengatakan melalui lokakarya ini, diharapkan diperoleh berbagai masukan, potensi kerjasama dan program pembangunan kapasitas dengan organisasi dan institusi baik nasional maupun intemasional. “Yang paling utama adalah meningkatkan standarisasi produksi kelapa khususnya bagi para petani kelapa di Indonesia. Diharapkan pula metode dan strategi pertanian/perkebunan kelapa berkelanjutan dari sebelum sampai sesudah panen ini dapat diaplikasikan di negara-negara berkembang lainnya. Ke depannya, para petani kelapa secara optimal dapat mengelola hasil panennya dengan lebih ber‘nilai tambah’ atau added value,” katanya di Swisbell hotel Senin (14/11).

Prianti yang juga Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menambahkan lokakarya diselenggarakan dalam format diskusi panel dengan berbagai presentasi ilmiah beberapa Lembaga Riset (Badan Litbang Kementan RI, Puslitbang Palma Provinsi, Pusat Riset dan Pengembangan Perkebunan Kelapa), pelaku industri kelapa dan sektor swasta yang menekuni komoditas kelapa sebagai produk komersial baik untuk konsumsi, nutrisi dan kesehatan/kecantikan serta berbagi pengalaman sukses (success stories) kerjasarna teknis mengenai perkebunan kelapa berkelanjutan dan manajemen perkebunan kelapa yang efektif untuk meningkatkan hasil produksi kelapa.

“Lokakarya juga membahas berbagai kendala dan keterbatasan pengelolaan perkebunan kelapa, penanggulangan hama kelapa, optimalisasi produksi kelapa serta upaya dan strategi peningkatan kesejahteraan petani kelapa baik secara ekonomi, sosial maupun aspek lingkungan. Di hari terakhir Lokakarya, diselenggarakan pula program kunjungan dan studi banding ke pabn’k produksi gula kelapa di Winuri Likupang dan unit produksi kelapa (coconut processing unit) serta pembibitan kelapa unggulan di Balai Riset Palma Manado,” sebut Prianti.

Lebih jauh, NAM CSSTC berharap penyelenggaraan Lokakarya internasional ini dapat membangun kesadaran yang kuat terhadap pengentasan kemiskinan dengan memastikan bahwa petani kelapa menjadi bagian dalam upaya penting meningkatkan kesejahteraan petani kecil serta pengentasan kemiskinan melalui identiflkasi faktor-faktor penghambat pelaksanaan perkebunan kelapa berkelanjutan.

“Perwakilan negara-negara berkembang tersebut, berlatar belakang akademisi dan periset/peneliti di bidang pertanjan kelapa dan produk-produk kelapa serta turunannya, kelompok tani, pemerhati pertanian kelapa serta pelaku industri perkebunan kelapa dan sektor swasta di bidang produk-produk kelapa,” tambahnya.

Sementara itu, salah satu peserta Benjamin Ekanene dari Kiribati berharap akan ada inovasi dari produk kelapa yang nantinya dapat dikembangkan di negaranya. “Saya berharap mendapatkan banya manfaat dari pertemuan ini,” ucapnya.(hilda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.