Kaka Slank dan Aktivis Lingkungan Selamatkam Terumbu Karang di Pulau Bangka

Manado, SULUTREVIEW – Komitmen penyanyi nyentrik Akhadi Widi Satriaji atau yang populer disapa Kaka Slank yang menyatakan kepeduliannya pada restorasi terumbu karang dan penghentian eksploitasi  Pulau Bangka di Minahasa Utara (Minut), adalah bentuk balas jasa kepada alam yang telah memberikan kebaikan.

Tak tanggung-tanggung, keterlibatan Kaka Slank itu diwujudkannya dengan merestorasi rumah terumbu karang, yakni Domus Piramidis Dugong yang artinya rumah piramid hewan langka. “Lingkungan adalah tempat kita bermain. Kalau lingkungan sudah memberikan yang terbaik, lantas apa yang dapat kita lakukan untuk kelestariannya,” ungkap Kaka di sela press conference di Parkson Centro Manado Town Square (Mantos) 3, Kamis (19/10).

Menariknya, Kaka Slank bersama dengan aktivis, relawan, pecinta lingkungan hidup dan masyarakat bakal melaksanakan penempatan Domus Paramidis Dugong yang dilepas di pantai Pulau Bangka yang juga bertepatan dengan Coral Day dengan menggandeng Yayasan Suara Pulau, sebuah yayasan nirlaba yang bergerak di bidang edukasi dan pelestarian lingkungan hidup berbasis di Pulau Bangka, Jumat (20/10) hari ini.

Bersama dengan Yayasan Terumbu Rupa (YTR), PT Tozy Sentosa (Centro-Parkson Department Store), aksi kepedulian terhadap lingkungan itu, dibarengi dengan kampanye sosial penggalangan dana untuk membangun alam melalui karya seni yang digabungkan dengan teknologi mineral akreasi, yaitu membuat rumah terumbu karang.

“Penggalangan dana berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp185,560 juta. Akan hal ini, Parkson Indonesia merasa bangga, karena dapat ambil bagian dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Khususnya ekosistem bawah laut di Puiau Bangka,” kata ujar Polly Sianova, Advertising & Promotion Senior Manager PT Tozy Sentosa.

Kegiatan sosial ini, merupakan agenda tahunan perusahaan yang bertujuan untuk membangun teknologi bawah taut melalui seni yang memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup biota Iaut.

Kesempatan ini juga menghadirkan seniman sekaligus pendiri YTR, Teguh Ostenrik yang mangisahkan asal mula terbentuknya YTR dan latar betakang karya seni bawah laut.

Lebih jauh, restorasi terumbu karang, berawal dari kontroversi izin bijih besi dan tambang di Pulau Bangka pada 2008, di mana beberapa masyarakat lokal teris berjuang untuk menghentlkan kegiatan yang merusak ekosistem. Menyusul pada 23 Marat 2017 proses gugatan ke Mahkamah Agung yang mengeluarka surat keputusan tentang pencabutan izin usaha pertambangan dari Kementerian ESDM.

Masih pada kesempatan yang sama, diungkap bahwa Pusat Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahwa pada 2017, tetumbu karang yang dalam kondisi sangat baik, sebesar 6,39%, dalam kondisi balk, 23,40%, selanjutnya 35,06 cukup dan 35.15% kondisi rusak.(axel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.