Belajar dari Pak JokoWi
Oleh Taufik Tumbelaka
TIDAK terasa Pak Joko Widodo (JokoWi) sudah lewat setengah periode sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan di Republik yang kita cintai bersama.
Tidak sedikit jejak langkah dari Sang Presiden yang menarik untuk disimak. Bahkan ada beberapa kebijakan khusus yang diambil membuat banyak orang seperti “dipaksa” terkesima dalam arti positif.
Kebijakan yang diambil Pak JokoWi jika ingin dipilah dalan kategori, maka dapat dibuat dalam dua kategori besar, kebijakan eksternal (baca: Masyarakat dan Negara) dan kebijakan internal dalam rangka penguatan kinerja “Tim” kedalam.
Dari sekian rentetan kebijakan yang diambil Pak JokoWi, ada satu yang sangat menarik perhatian, yaitu kebijakan internal dalam hal ini ditariknya sejumlah sosok tidak biasa seperti Teten Masduki serta juga Johan Budi dan lainnya dalam “Tim Khusus” guna memperkuat barisan.
Tidak sedikit kalangan sudah mengenal Teten dan Johan Budi jauh-jauh hari sebelum Pak JokoWi menjadi Presiden, bahkan sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta. Nama mereka telah teruji sebagai _the outsider_ selama bertahun-tahun dengan jejak langkah yang sangat jelas dengan integritas terukur.
Ketika Pak JokoWi menarik sejumlah orang tertentu ini menunjukan bahwa Presiden kita sangat sadar jika dirinya mempunyai sejumlah kekurangan ditengah kelebihannya dan juga kesadaran akan tantangan berat yang harus diatasi sebagai seorang Pemimpin Negara. Untuk itu dibutuhkan sosok-sosok berkategori _Super Human_ agar bukan hanya guna memperkuat formasi “Tm Khusus”, tapi juga memberi keseimbangan internal dalam derap langkah.
Kehadiran sosok-sosok tertentu dalam “Tim” Pak JokoWi sangat terasa dan berpengaruh positif dalam hal pandangan publik secara umum dengan bermuara tidak hanya kepada citra Sang Presiden menjadi lebih kuat namun juga terasa tampilan karakter khas yang menjadi kekuatan tersendiri dari Pak JokoWi. Dampak bonus positifnya adalah publik melihat Pak JokoWi sebagai Pemimpin Negara denagn penampakan berbeda “gaya dan rasa” dari para Tokoh lainnya baik yang didalam negeri atau luar negeri.
Hal lain yang muncul dan juga menarik adalah karakter dari sosok Presiden yang timbul terasa memang milik sendiri, publik melihat Sang JokoWi sebagai diri sendiri bukan personifikasi Tokoh lain, kekhasan ini nantinya dapat menciptakan lekatan kuat dalam benak publik karena ada semacam cita rasa berbeda.
Langkah khusus yang di ambil Pak JokoWi tentang kebijakan internal sebenarnya bukan hal yang baru, tidak sedikit para tokoh di negara yang dianggap sudah maju secara demokrasi mengambil langkah-langkah khusus, ini diambil guna memaksimalkan perolehan “derajat” dukungan publik terhadap Tokoh tertentu yang sedang memegang mandat rakyat dan juga memciptakan kemudahan komunikasi politik terhadap sejumlah kebijakan dalm bentuk program-program yang digulirkan.
Ini penting karena semua dalam upaya memperkuat legitimasi publik sehingga derap langkah kebijakan dapat respon positif dengan muara efektifitas dan efisiensi energi pemerintahan. Khusus untuk Pak JokoWi dampak positif politiknya sudah terasa dengan kenaikan secara signifikan prosentase popularitas dan elektabilitas dari tahun ke tahun, bahkan konon tahun ini telah ada survey diakhir Agustus 2017 yang menunjukan posisi diatas 60%.
Ini adalah buah dari kebijakan internal termasuk dalam hal penguatan Tim yang diperkuat sosok-sosok yang tidak biasa yang bekerja profesional dan juga sangat fokus pada _”job desk”_ tanpa agenda kepentingan pribadi.
Muncul pertanyaan, bagaimana dengan Sulawesi Utara ? Rasanya (maaf) terlalu narsis jika ada tokoh di daerah ini yang kebetulan memegang tampuk kekuasaan publik kemudian merasa telah melakukan kebijakan yang sama dengan Pak JokoWi. Terlihat tidak ada tokoh yang melakukan langkah politik modern seperti Pak JokoWi. Dan ini fakta.
Memang tidak perlu sama tapi minimal dengan arah pandang yang relatif sedikit banyak mirip. Jika diambil satu sampel, maka yang paling “pas” rasanya adalah Dwi Tunggal Sulut OD-SK. Kedua sosok yang manunggal secara politik ini, walaupun belum genap memimpin setengah periode, rasanya sudah cukup dikenal di-seantero Sulut.
Namun jika jeli melihat fakta sosial dan politik di lapangan, maka nampaknya pengenalan publik tersebut terhadap sosok OD-SK hanya sebatas sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut. Tidak lebih dari itu.
Tidak sedikit publik yang tidak mengenal OD-SK secara _personility_ atau kepribadian, hal ini salah satunya dikarenakan OD-SK jarang diberikan ruang atau media untuk “unjuk gigi” dalam arti menunjukan jati dirinya via interaksi dengan publik seluas-luasnya dengan berragam cara interaksi lapangan.
Jika ingin bicara sedikit lebih jauh, khususnya sejumlah kebijakan yang bersifat eksternal, maka tidak cukup banyak masyarakat faham sampai batas minimum tentang yang dikandung maksud dari kebijakan-kebijakan strategis OD-SK, bahkan diinternalpun masih terlihat ada oknum yang terasa gagal paham alias cuma _stel tau ato tau stel_ (maaf, memakai ala Manado).
Ada kejadian menarik belum lama ini yang rasanya bisa dimasukan sebagai ungkapan kendala besar dari OD-SK, yaitu saat dalam suatu kesempatan berpidato, Gubernur Dondokombey mengangkat masalah *Dendam Kekuasaan dan Dendam Kemiskinan* di hadapan sejumlah “Barisan internal pendukungnya”. Ungkapan sindirin keras ala OD selaku seorang Gubernur ini banyak membuat orang tersenyum simpul, bahkan ada kalangan yang menginterpretasikan ungkapan OD dengan makna khusus, banyak yang _mangkage_ alias tidak siap mental saat OD-SK yang merupakan “jagoan” yang didukung akhirnya duduk di singgasana kekuasaan.
Pertanyaan besarnya, apa yang akan dilakukan OD-SK terkait Dua Dendam itu? Ini menjadi “Pekerjaan Rumah” yang besar, khususnya dalam hal mencari sosok-sosok _super human_ yang benar-benar tulus “memberi diri” untuk membantu OD-SK, tanpa “azas manfaat” _hidden agenda_ kepentingan pribadi oknum.
*Selamat Hari Jadi Sulawesi Utara*
Salam Kasih, Taufik Manuel Tumbelaka