Manado, SULUTREVIEW – Pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional maupun daerah terbilang masih stabil, kendati dihambat oleh melambatnya kinerja ekspor dan terbatasnya konsumsi rumah tangga.
Dikatakan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi, pada umumnya perekonomian Jawa, Sulawesi dan Kalimantan mengalami perlambatan. Di mana Sulawesi Utara (Sulut) tercatat sebesar 5,80 % secara year on year (yoy) atau mengalami penurunan sebesar 0,,63% basis poin dari 6,43% sebelumnya. Namun demikian BI memperkirakan pertumbuhan bergerak stabil.
“Akselerasi investasi bangunan sejalan dengan proyek infrastruktur pemerintah dan aktivitas konstruksi swasta. Hal ini menunjukkan konsumsi pemerintah kontraksi akibat pergeseran belanja. Sedangkan ekspor melambat disebabkan oleh penurunan volume ekspor,” ungkapnya
pada seminar Perkembangan dan Outlook Perekonomian Sulut 2017, Jumat (8/9/2017).
Lanjut katanya, stabilnya pertumbuhan ekonomi didukung oleh posisi cadangan devisa yang tercatat pada triwulan II 2017, sebesar Rp123,1 Miliar dollar AS. Berikut inflasi juga terkendali dan terjaga. “Sistem keuangan tetap stabil didukung pertahanan industri perbankan dan pasar keuangan yang terjaga,” kata Rosmaya sembari menambahkan ada risiko yang dapat memengaruhi prospek perekonomian. Yakni risiko eksternal dan risiko domestik yang diperkirakan mencapai 5,1 hingga 5,5%.
“Selain itu, index kebahagiaan yang menigkat signifikan ternyata turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sulut,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulut, Soekowaedojo menjelaskan pertumbuhan ekonomi Sulut, mulai rebound pada tahun 2016. Setelah beberapa tahun sebelumnya mengalami tren melambat. “Ekonomi Sulut mulai tumbuh membaik pada 2016 dan diperkirakan akan terus meningkat. Ini juga didorong oleh kunjungan wisatawan mancanegara yang signifikan sejak Juli 2017. Tetapi yang yang menyebabkan perlambatan adalah terkontraksinya konsumsi pemerintah dan ekspor. Sementara itu perlambatan lebih dalam tertahan oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang tumbuh meningkat,” ungkapnya.
Tantangan dan permasalahnnya, ungkap Soekowardojo, antara lain ekspor yang hanya terkonsentrasi pada satu komoditas, yaitu minyak kelapa yang berupa produk turunan awal. Akibatnya, kinerja ekspor Sulut bergantung pada perkembangan harga komoditas coconut oil. “Ketergantungan pada komoditas berbasis sumber daya alam dan tidak memiliki industri pengolahan besar yang lain serta pasokan komoditas pertanian yang cenderung turun menyebabkan Sulut mengalami deindustrialisasi,” tukasnya.
Lebih jauh beber Soekowardojo, pangsa sektor pertanian relatif stagnan dengan kecenderungan menurun yang diikuti berkurangnya produksi kelapa dan perikanan yang disebabkan oleh berbagai faktor berupa el-Nino, rendahnya produktivitas maupun aturan moratorium dan transhipment.
Di sisi lain, Staf Ahli Kebijakan Penerimaan,
Lucky Alfirman menyebutkan strategi pembangunan dilakukan melalui optimalisasi fiskal di Sulut serta perbaikan kualitas belanja dalam APBN hingga upaya transfer ke daerah, dalam hal ini dana desa. “Benarkan telah direalisasikan sehingga dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Pasalnya kondisi ekonomi sosial dan layanan publik, masih ada ketimpangan. Untuk itu, peran daerah diharapkan lebih besar,” tandasnya.
Di sisi lain, Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, mengatakan pemulihan ekonomi memang tak mulus. Salah satu penyebabnya, belum optimalnya belanja pemerintah . Terbukti masih tingginya simpanan pemerintah di perbankan yang menyentuh level tertinggi. “Belanja pemerintah hanya efektif di setiap akhir tahun anggaran yang mencapai Rp535 triliun. Sedangkan simpanan pemerintah daerah di bank umum dan BPR mencapai Rp229 triliun.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Sulut, Edwin Silangen mengatakan pemerintah tetap fokus pada program strategis nasional. Antara lain dengan merampungkan tol Manado-Bitung, bendungan Kuil dan Lolak, ringroad II dan III.
“Bupati/walikota diminta fokus pada program prioritas serta melakukan evaluasi sehingga perekonomian Sulut dapat jadi contoh perkembangan ekonomi di Sulawesi. Tingkatkan sinergitas dan apresiasi
pada BI Sulut yang memberikan sumbangsih pemikirin yang konstrukstif untuk menyaipkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan di Sulut. Kami juga bersyukur karena tingkat pengangguran dan kemiskinan dapat kita tekan,” ujarnya.(hilda)