Memutus Rantai Kemiskinan di Masa Pandemi, Ini Kata Worang dan Tuerah

Pengamat ekonomi Gerdy Worang dan Noldy Tuerah

Manado, Sulutreview.com – Dampak pandemi Covid-19, yang ditetapkan sebagai bencana kemanusiaan, telah memunculkan fenomena secara global, yakni meningkatnya jumlah kemiskinan dan tekanan ekonomi.

Kondisi tak terelakkan ini menjadi tanda awas, mengingat Covid-19 tidak hanya memukul sektor kesehatan tetapi juga perekonomian dan sektor lainnya yang berkaitan dengan aktivitas dan kehidupan masyarakat.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) nasional persentase penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 9,78 persen, atau meningkat 0,56 persen poin terhadap September 2019 dan meningkat 0,37 persen poin terhadap Maret 2019.

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 tercatat sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019.

Sementara itu, berdasarkan data BPS Sulut, persentase penduduk miskin pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin di Sulut mencapai 192,37 ribu orang (7,62 persen), atau mengalami kenaikan 3,77 ribu orang dari kondisi September 2019 yang sebesar 188,60 ribu orang (7,51 persen).

Pengamat ekonomi Sulut, Dr Fredrik Gerdy Worang mengatakan bahwa tren kenaikan kemiskinan lebih dipicu oleh Covid-19. Indikatornya ada begitu banyak orang yang kemudian kehilangan pekerjaan karena proses PHK dan dirumahkan. Bahkan usaha, seperti UMKM dan IKM yang redup akibat menurunnya daya beli masyarakat.

Perusahaan dan industri di Sulut yang merumahkan pekerja tercatat sebanyak 609 perusahaan/industri dengan jumlah tenaga kerja 6.952 orang. Selanjutnya, jumlah perusahaan/industri yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerjanya sebanyak 72 perusahaan/industri dengan jumlah tenaga kerja 1.464 orang.

“Praktis dengan kondisi seperti ini, telah mendorong pertumbuhan kemiskinan. Ditambah lagi dengan usia kerja secara nasional yang mencapai 2,78 juta. Sementara penduduk yang bekerja pada triwulan III sebesar 2,13 persen. Nah, mereka yang menganggur ini, secara otomatis menjadi miskin,” jelas Worang.

Menariknya, case dan tekanan kemiskinan yang secara angka statistik tercatat, sebenarnya tak sesuai dengan fakta. Sebab, untuk Sulut, mereka yang terkena PHK atau pengangguran bisa pulang kampung dan bekerja sebagai petani. Apalagi bersamaan dengan naiknya harga kopra dan panen cengkih.

“Kemiskinan ini kan angka statistik, di mana Sulut dan Jawa sangat berbeda. Kalau di Jawa begitu kena PHK, orang-orang yang sebagai pendatang akan mengalami masalah. Tetapi di Sulut bisa pulang kampung dan bekerja sebagai petani. Hal ini yang seringkali tidak tercatat secara statistik,” ungkap Worang.

Bukan itu saja, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah melalui pemberian stimulus agaknya menjadi daya tarik masyarakat untuk mendapatkannya. Sehingga hal ini menambah jumlah penduduk miskin. Karena banyak orang yang ingin mendapatkan bantuan dicatat sebagai penduduk miskin. Artinya, masyarakat yang sebelumnya tidak masuk kategori miskin kini, menjadi masyarakat miskin.

“Ini sangat dilematis, pemberian stimulus maupun bantuan sosial dilakukan agar kebutuhan warga teratasi. Tetapi di sisi lain, mereka yang mendapatkannya tercatat sebagai penduduk miskin,” ujarnya sembari menambahkan agar masalah sosial ini dapat teratasi, antara lain kepala daerah harus secepatnya menempuh kebijakan yang dapat memutus rantai kemiskinan. Antara lain, dibukanya pariwisata dan perhotelan.

“Pariwisata Sulut harus dibuka kembali, tentunya dengan mengacu standar operasional prosedur (SOP) yang mengikuti protokol Covid-19,” tukasnya.

Worang juga menyarankan untuk perizinan pernikahan agar tidak dipersulit. Dengan begitu, sektor perhotelan dan pariwisata akan bergairah. “Karena kalau aktivitas pariwisata dibuka, maka akan menyerap tenaga kerja,” tandasnya.

Di sisi lain Worang sangat menyesalkan bahwa masalah data kemiskinan, yang saat ini menjadi persoalan global justru menjadi komoditi politik.

“Dalam kondisi seperti ini, harusnya kita sama-sama untuk mencari solusi. Sebagaimana yang dilakukan pusat melalui percepatan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Sebab, naiknya kemiskinan ini skopenya global,” sebut Worang.

Senada diungkapkan Noldy Tuerah, bahwa penyebaran Covid-19 telah menyebabkan bertambahnya kemiskinan. “Tetapi pemerintah dengan berbagai upaya telah menyikapinya dengan menggulir bantuan sosial. Khususnya kepada pelaku usaha, yang didorong dengan berbagai stimulus agar dapat menghidupkan perekonomian,” jelasnya.

Ekonomi Sulut, katanya, akan stabil pada 2024 mendatang.

“Akibat dampak Covid-19, kinerja ekonomi nasional harus terseok. Keadaan ini juga terjadi di Sulawesi Utara. Diprediksikan tahun 2024 ekonomi sudah stabil,” ungkap Tuerah.

Tuerah yang juga dikenal sebagai planner dan regional economist, kembali mengatakan bahwa saat ini pemerintah telah mendorong PEN untuk usaha/industri Mikro dan Kecil (UMKM) agar ekonomi bangkit dan bergairah kembali.

“Jika ekonomi bangkit dan pulih, maka jumlah kemiskinan pastinya akan berkurang,” imbuhnya.(hilda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.