Tren Negatif Harga Kopra, Pertumbuhan Ekonomi Sulut Triwulan II Melambat

Manado, SULUTREVIEW

Turunnya produksi minyak nabati dan hewani yang sejalan dengan tren negatif harga komoditas coconut oil (CNO) pada Triwulan II 2019 secara rata-rata terkoreksi sebesar 36,40% (yoy).

Penurunan harga tersebut mengurangi insentif industri untuk meningkatkan produksinya. Akibatnya, ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sulut.

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara (Sulut) triwulan II, 2018, yang dirilis Badan Pusat Statistik tercatat sebesar 5,48% (yoy), melambat baik dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I, 2019 yang tercatat sebesar 6,59% (yoy), maupun dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2018, yang tercatat tumbuh 5,77% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi Sulut relatif lebih rendah dibandingkan provinsi-provinsi lain di Sulawesi yang tumbuh diatas 6% kecuali Provinsi Sulawesi Barat.

Meskipun demikian, menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI), Arbonas Hutabarat pertumbuhan ekonomi triwulan II 2019 tersebut Iebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Nasional yang tercatat tumbuh sebesar 5,05% (vov).

“Ditinjau dari faktor penyebabnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulut terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan dua lapangan usaha utama, yaitu pertanian dan kontruksi, serta kontraksi yang terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan,” kata Arbonas melalui rilis Senin (5/8/2019).

Sementara itu, dua lapangan usaha utama lainnya (transportasi dan perdagangan) tumbuh menguat dibandingkan triwulan sebeIumnya, meski belum mampu menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulut.

Kepala Kantor Perwakilan BI Sulut Arbonas Hutabarat.

Diantara lapangan usaha yang mengalami kontraksi, yakni industri merupakan lapangan usaha dengan penurunan pertumbuhan yang cukup dalam, yaitu sebesar 4,43% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 2,90% (yoy).

Selain lapangan usaha industri, pada Triwulan Il 2019, lapangan usaha pertanian menjadi salah satu lapangan usaha utama Sulut juga tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertanian tercatat tumbuh sebesar 7,40% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,00% (yoy), meskipun demikian dengan angka pertumbuhan di atas 7% tersebut, maka ussha pertanian masih tumbuh relatif kuat.

“Base effect kegagalan panen tanaman bahan makanan pada triwulan II 2018 menjadi salah satu faktor perbaikan angka pertumbuhan sektor pertanian di triwulan II 2019 relatif terhadap triwulan II 2018,” jelas Arbonas.

Sementara itu, usaha konstruksi mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,06% (yoy) pada periode laporan atau tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,28% (yoy).

Melambatnya pertumbuhan lapangan konstruksi terindikasi dari melambatnya pertumbuhan pengadaan semen.

Selain itu, belum maksimalnya realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi pada Triwulan II 2019 serta berkurangnya hari kerja karena cuti bersama Hari Raya ldul Fitri 2019 diperkirakan turut menjadi faktor penyebab melambatnya pertumbuhan lapangan usaha konstruksi.(srv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *