Manado, SULUTREVIEW
Pembangunan wilayah perbatasan harus diprioritaskan pemerintah, karena selain sebagai garda depan dan harga diri bangsa, juga menjadi cermin kedaulatan negara.
“Kita bersyukur bahwa pemerintah sekarang memberikan perhatian penuh terhadap pembangunan Indonesia Timur dan wilayah-wilayah perbatasan, baik laut maupun darat. Ini harus kita sambut dengan memberikan payung hukum dalam bentuk undang-undang lebih kuat nantinya,” tegas Benny Rhamdani, Ketua Komite I DPD RI dalam sambutannya dalam Uji Sahih RUU Wilayah Negara di hotel Swiss-Belhotel Maleosan, Manado, Selasa(16/7/2019).
Luasnya wilayah Indonesia dan strategisnya posisi Indonesia mendatangkan berkah sekaligus ancaman, tambahnya. “Ancaman yang kerap dan masih menjadi pekerjaan besar kita, terutama pemerintah adalah menjaga teritori wilayah perbatasan kita dari maraknya aktivitas penyelundupan, perompakan, kejahatan trans-nasional, penangkapan ikan ilegal, terorisme, narkoba dan lainnya. Oleh karenanya, menjadi kewajiban para penyelenggara negara untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan amanah pembukaan UUD NRI 1945,” ungkap anggota DPD dari Provinsi Sulawesi Utara tersebut.
Dalam sambutan tertulisnya, Gubernur Sulawesi Utara yang disampaikan Asistensi I Pemprov Sulut, Drs. Edison Humiang MSi menyampaikan bahwa membangun wilayah perbatasan harus menggunakan pendekatan di luar konteks normal.
Maksudnya tidak dalam hitungan untung rugi dan investasi namun diletakkan dalam kerangka kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Di Sulut sendiri ada dua Kabupaten yang bertetangga langsung dengan Filipina, yakni Miangas dan Marore.
“Kebijakan program, kegiatan dan rencana pembangunan wilayah negara, khususnya perbatasan, harus mampu meng-cover setiap aspek kebutuhan daerah perbatasan sesuai dengan karakteristik daerah otonom itu sendiri,” tandasnya.
Hadir sebagai narasumber dalam forum uji sahih RUU Wilayah Negara Dr. Basilio Arraujo, ketua Tim Ahli RUU Wilayah Negara, pembicara dari Kepala BPP Sulawesi Utara, Dr. Jemmy Gagola, M.Si, ME, dari Kemendari, Drs. Alvius Dailami, M.Si, dan 2 pakar masing-masing Dr. Flora Pricilia Kalalo, SH, MH, pakar hukum laut Universitas Sam Ratulangi dan Irfan Basri, S.IP, pemerhati wilayah perbatasan.
DPD memandang bahwa keberlakuan UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang meskipun sudah mengatur penegasan teritori wilayah Negara, namun absen dalam substansi pengelolaan perbatasan dan ini menjadi titik lemah dari UU Wilayah Negara. Oleh karenanya, DPD mengambil momentum ini, dengan kewenangan legislasi dimiliki, DPD menginisiasi Rancangan Undang-Undang Wilayah Negara untuk mengganti UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, dengan menguatkan substansi pengelolaan perbatasan didalamnya, hal ini seiring dan sejalan dengan Nawacita ke-3 Presiden.(rizal)