Manado, SULUTREVIEW
Kiprah dan peran kaum perempuan di Sulawesi Utara (Sulut) terbilang hebat. Memiliki potensi yang sangat luar biasa dan partisipasi yang mencakup segala bidang. Mulai dari sosial, ekonomi, budaya dan politik.
Peran ganda perempuan, baik sebagai ibu bagi anak-anaknya dan istri yang mendampingi suami merupakan sumbangsih dan partisipasi yang sangat besar dalam pencapaian pembangunan nasional.
Dilihat dari tingkat partisipasi perempuan Sulut dalam proses penyelenggaraan dan pembangunan daerah banyak ditempati kaum perempuan sebut saja untuk para pejabat eselon 2 ada sebanyak 32%, eselon 3 sebanyak 36% dan eselon 4 sebanyak 43%.
Kemudian partisipasi perempuan di lembaga legislatif, di DPR RI ada 33%, DPRD provinsi 33%, DPRD kabupaten/kota ada 23%. Sementara di Sulut sendiri partisipasi perempuan sebagai kepala daerah dari 15 kabupaten kota, terdapat 5 bupati atau walikota yakni Kabupaten Minsel, Minahasa Utara, Bolmong, Kota Kotamobagu dan Sitaro dan satu wakil walikota ada di Kota Tomohon.
Selanjutnya, untuk partisipasi perempuan di lembaga yudikatif sebagai jaksa ada 23%, hakim ada 29% dan kepolisian sebanyak 5%.
“Ini menunjukkan bahwa prempuan Sulut adalah perempuan hebat-hebat semua,” ungkap Wakil Ketua TP PKK Provinsi Sulut dr Kartika Devi Kandouw -Tanos MARS pada pembukaan seminar ‘The Power of Women Perempuan Cerdas Perempuan Berdaya Keluarga Sejahtera’ di hotel Granpuri Selasa (16/7/2019).
Atas capaian tersebut, tidaklah berlebihan jika posisi Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), Sulut tercatat di ranking satu nasional.
IPG Provinsi Sulawesi Utara telah mencapai sebesar 94,78% atau berada pada rangking ke satu nasional. Sedangkan indikator IDG atau yang merupakan indeks komposit yang dihitung berdasarkan partisipasi perempuan di parlemen, perempuan dalam angkatan kerja, pekerja dan manajer serta upah pekerja perempuan di sektor non pertanian Sulut berada pada angka 82,37%, juga peringkat 1 nasional,” ungkapnya.
Meski demikian fakta yang terjadi menunjukkan bahwa perempuan masih menjadi kaum yang lemah dan termarjinalkan, sehingga rentan menjadi korban terhadap kasus kekerasan.
“Di samping itu juga rendahnya akses pendidikan dan informasi bagi perempuan membuat dirinya mudah untuk ditipu sehingga banyak perempuan menjadi korban tindak pidana perdagangan,” tukasnya.
Selain itu, belum mengindahkan soal kesetaraan dan keadilan gender yang berdampak pada perlakuan diskriminasi terhadap perempuan juga juga anak yang dibarengi dengan angka kekerasan yang cukup signifikan. Akibatnya, perempuan tidak memiliki akses partisipasi kontrol dan manfaat.
Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Sulut, tercatat ada 127 kasus kekerasan. Dari kasus tersebut didominasi kasus kekerasan seksual.
“Jika terjadi si sekitar kita, jangan segan-segan untuk melapor. Sehingga kasus dapat ditangani. Jangan malu untuk mengungkapnya,” ujarnya sembari berharap kerja sama masyarakat dengan dinas terkait maupun lembaga sosial,” tutup Kartika.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulut, Ir Mieke Pangkong MSi mengatakan tugas pembangunan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi tugas semua pihak.
“Baik masyarakat, dunia usaha, media termasuk di dalamnya organisasi peduli perempuan dan anak dan teristimewa tim penggerak PKK. Karena tim penggerak PKK ini bukan hanya di tingkat pusat, provinsi tetapi sampai di kabupaten/kota dan desa serta kelurahan,” imbuhnya.
“Bukan hanya keberhasilan perempuan saja, tetapi juga kendala-kendala yang dihadapi oleh perempuan ini menjadi tugas kita bersama. Untuk itu, program-program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak agar dapat dilaksanakan secara maksimal,” tukasnya.
Terkait dengan perlindungan, pemberdayaan perempuan dan anak, telah mencapai tingkat yang paling tinggi selama 2 tahun berturut-turut.
“Ada tiga hal yang diukur, yaitu keterwakilan perempuan di legislatif, kemudian perempuan yang bekerja baik di swasta pemerintah dan yang ketiga adalah pendapatan perempuan. Tetapi ada pekerjaan rumah yang masih jadi tantangan yakni kekerasan seksual. Ini menjadi tugas kita bersama,” tandasnya.(eda)