Manado, SULUTREVIEW
Masyarakat di Sulawesi Utara, tengah heboh dengan penawaran investasi berkedok arisan online.
Dengan memanfaatkan media sosial sebagai jembatan penyebarluasan informasi, tidak sedikit masyarakat yang mulai tergoda untuk mengikutinya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulutgomalut, melalui Kepala Bagian Pengawasan Pasar Modal Industri Keuangan Nonbank (IKNB) dan Edukasi Perlindungan Konsumen (EPK) OJK Sulutgomalut, Ahmad Husain mengatakan penting bagi masyarakat untuk mengetahui dan memahami penawaran tersebut.
“Pertama kita harus cermati model bisnis atau skema yang ditawarkan. Tetapi yang jelas ini bukan skema investasi yang benar dan sesuai ketentuan yang diatur oleh OJK,” ungkap Ahmad, Sabtu (6/4/2019).
Parahnya, praktik investasi yang penuh jebakan ini, disebut Ahmad mirip money game di mana uang dihimpun dan dibagikan berdasarkan member yang direkrut.
“Semakin banyak member semakin besar keuntungan padahal tidak ada produk yang dijual. Ini ciri-ciri investasi bodong. Hal seperti ini memang tidak menjadi ranah pengaturan dan pengawasan oleh OJK. Karena tidak ada lembaga yang mengajukan ijin seperti ini ke OJK,” jelasnya sambil menambahkan penghimpunan dana demikian dari masyarakat berpotensi merugikan.
“Memang terkesan Rp100 ribu merupakan hal yang tidak besar. Namun penting dilakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak tertipu, terpedaya, tergiur dan tergoda untuk ikut-ikutan dengan hal seperti ini. Tetapi terkadang masyarakat masih saja ada yang coba-coba siapa tahu menguntungkan. Toh nggak ada ruginya cuma kasih Rp100 ribu dapat Rp 1,6 milyar. Nah kalau sudah seperti ini bagaimana?” ujarnya.
“Menjadi tugas kita semua bukan hanya OJK tetapi sinergi lembaga dan institusi lain untuk mencerdaskan masyarakat,” tandasnya.
Senada disampaikan Humas OJK Sulutgomalut, Moren Monigir bahwa mentrasfer uang dengan nominal Rp100 ribu adalah kecil.
“Mungkin nominal uang Rp100 ribu yang kita transfer ke 4 orang relatif kecil dan bisa kembali ke nomor rekening kita ketika disebar secara luas. Tetapi perlu diwaspadai, karena data yang tertera lengkap dengan nama bahkan alamat email yang bisa digunakan untuk mengakses aktivitas perbankan kita, misalnya internet banking,” kata Moren.
“Dana yang bagi kita kecil, dengan nominal Rp100 ribu. Tetapi jika dikumpulkan sekitar 2juta pengguna aktif medsos dengan 2, 7 juta rekening di Sulut ikut bertransaksi, maka bukan sedikit jumlah dana yang berputar. Sehingga selain arisan online yang tidak jujur, indikasi ini bisa mengarah ke APU-PPT yaitu money game bahkan pendanaan teroris secara tidak langsung,” tegas Moren.
“Saya yakin masyarakat pengguna medsos bukanlah orang yang mudah dibohongi, tapi kadang tergiur akan penawaran yang menguntungkan dalam waktu yang singkat, apalagi kalau dengar cerita dari mereka yang sudah menerima transferan pasti akan mudah tergoda,” ungkap Moren.
“Kondisi ini memang sangat memprihatinkan. Karena ketika diedukasi pasti pasti tidak sedikit yang mengatakan bahwa itu uang-uang kita sendiri, maka tidak perlu nyinyir. Ini suka-suka kita, dan masih banyak lagi alasan lainnya,” tandasnya.
“Pastinya, masyarakat harus lebih hati-hati. Kenali ciri-ciri investasi bodong antara lain menjanjikan keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat, dengan membawa nama public figure, mudah diakses dan memberikan jaminan pengembalian. Jangan mudah tergiur, pastikan legal dan logis yang ditawarkan,” kuncinya.(eda)