Manado, SULUTREVIEW – Kunjungan turis asal Tiongkok di Bumi Nyiur Melambai mengalami peningkatan signifikan. Hal ini menjadi peluang bagi pelaku usaha jasa pariwisata untuk mengembangkan bisnis sehingga akan mendorong pertumbuhan perekonomian.
Karenanya untuk memanfaatkan peluang yang ada, Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) memandang penting untuk mengedukasi dan membekali pelaku jasa pariwisata daerah, melalui kursus bahasa Mandarin.
Dikatakan Kadisparda Daniel E Mewengkang SE MSi, belajar bahasa asing, khususnya Mandarin itu harus datang dari hati. Sebab, bahasa sangat erat kaitannya dengan cukture atau budaya.
“Kalau hanya sekedar belajar, maka semuanya akan sia -sia. Sebab, bahasa adalah budaya. Jangan jenuh, tetapi miliki kemauan dan jangan segan-segan untuk mengulanginya,” ungkap Mewengkang saat membuka kegiatan kursus bahasa asing (Mandarin) tingkat dasar dan lanjutan bagi pelaku usaha jasa pariwisata yang digelar di aula Disparda Provinsi Sulut, Senin (19/3/2018).
Kegiatan yang dilakukan secara intens hingga 24 hari ke depan tersebut, menurut Mewengkang dapat meningkatkan pengetahuan para pelaku jasa pariwisata di Sulut. “Jangan sekedar ikut tapi upayakan dengan serius sampai naik grade,” tukasnya kembali sembari menambahkan ketertarikan wisatawan Tiongkok ke Sulut, karena keindahan pantainya. Namun tidak menutup kemungkinan jika ada peluang bisnis. “Bahasa adalah komunikasi antara dua orang atau lebih yang bisa dimengerti. Belajar bahasa asing tidak sulit asalkan mau,” tandasnya.
Lebih jauh, diungkapkan Kepala Bidang Pengembangan, Kelembagaan Kepariwisataan Disparda Sulut Dra Ivonne Kawatu bahwa pelaksanaan kursus bahasa asing (Mandarin) dimaksudkan sebagai upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas guide tour guide serta pelaku usaha jasa pariwisata.
“Setelah mengikuti kursus selama 24 hari, para pelaku usaha jasa pariwisata, minimal dapat berkomunikasi dengan turis asal Tiongkok. Peserta kursus akan dibagi dua kelas, yaknj basic dasar dan lanjutan yang meliputi materi tematik menggunakan listening serta speaking aktif,” jelas Kawatu sambil menyebut target kursus sebanyak 75 orang.
Sementara itu, sejumlah pengajar kursus, yakni Drs Johny Lieke yang juga Ketua PHRI Sulut dan Ketua Indonesia China Business Council (ICBC) menambahkan jumlah tour guide bahasa Mandarin masih sangat dibutuhkan. “Kompensasi tour guide sangat lumayan dengan kisaran Rp500 ribu hingga Rp 1 juta. Sayang jika kesempatan baik ini tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Lieke juga berharap dengan dibukanya penerbangan langsung Cina – Manado, dapat diimbangi dengam mencetak tour guide bahasa Mandarin.
Senada disampaikan Yohanis Mulica, waktu yang singkat untuk belajar bahasa Mandarin, diharapkan dapat mendorong peserta ingin belajar lebih giat. Antara lain dengan mengikuti kursus tambahan. “Banyak manfaat yang didapat peserta saat mengikuti kursus. Karena sebagai pelaku usaha di bidang pariwisata mereka akan belajar bagaimana berkomunikasi yang benar. Hal ini perlu proses, yakni belajar,” katanya.
Demikian juga disampaikan Arthur J Supit dari Asosiasi Hiburan dan Rekreasi (Ashiri), jangan sampai pariwisata di Sulut terkendali oleh masalah komunikasi. “Komunikasi itu penting, karena dapat membuka peluang usaha. Saat ini jumlah pelaku usaha yang mengerti bahasa Mandarin masih sedikit sekali. Tetapi dengan adanya pelatihan akan sangat membantu,” ujarnya.
Dijelaskan salah satu tour guide yang ikut, Roy Koleangan, selama 88 tahun berkecimpung dalam dunia pariwisata, kini sudah menguasai bahasa Mandarin dengan pendapatan yang cukup lumayan.
“Banyak manfaat yang didapatkan, dan itu sangat penting bagi pengembangan pariwiata. Saya mengapresiasi kesempatan yang diberikan Disparda Sulut,” imbuhnya.(hilda)