Amurang, SULUTREVIEW
Merasa tidak ada warga yang masuk daftar 14 kriteria, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) kemungkinan tidak memprogramkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dananya diambil dari Dana desa (Dandes).
Kepala dinas (Kadis) Pemerintah Masyarakat Desa (PMD) Hendrie Lumapow lebih menyarankan pemerintah desa (Pemdes) konsentrasi di Padat Karya Tunai (PKT). Meski dia juga tidak melarang bila ada yang tetap menganggarkan BLT.
“Memang kita kesulitan mencari warga di desa yang memenuhi 14 Kriteria dari Kementrian Desa. Kalaupun ada, umunya sudah terakomodir pada PKH atau bantuan lainnya. Jadi bukannya tidak ingin menganggarkannya di perubahan APBDes. Namun meski demikian kita tetap memintakan Pemdes mendata warganya yang memenuhi kriteria, kalau ada baru dianggarkan. Jangan sampai ada kesan dipaksakan karena bisa berdampak di belakang nantinya,” terang Lumapow ketika dikonfirmasi Rabu (29/04/2020).
BLT juga dapat berpotensi adanya ketidakpercayaan masyarakat pada Pemdes. Perkaranya ada pada penentuan penerima. Mensiasatinya dia memberi masukkan pada Kumtua, pengusulan melalui rapat desa. Sehingga hasilnya nanti tidak menimbulkan konflik. Paling penting lagi jangan sampai ada pemaksaan anggaran, hanya untuk memenuhi surat dari pemerintah pusat.
“Jadi begini, tanggung jawab Dandes ada pada kuasa pengguna anggaran yaitu Kumtua. Makanya kalau ada kesalahan atau pelanggaran, dia yang bertanggungjawab. Untuk itu kalaupun ada anggaran bagi BLT, pengusulan nama sebaiknya lewat musyawarah desa dengan tidak mengenyampingkan kriteria. Ini penting supaya tidak terjadi konflik di desa hanya karena BLT,” terangnya.
Dikatakannya lebih lanjut, lebih disarankan Pemdes lebih mengkonstrasikan penggunaan Dandes pada kegiatan Padat Karya Tunai (PKT). Menurut Lumapow PKT lebih kecil resikonya. Ini dikarenakan seluruh warga desa dapat masuk pada kegiatan karena tidak ada kriteria khusus. Sehingga secara tidak langsung juga memberikan bantuan pada warga lewat upah di kegiatan PKT.
“Kalau saya lebih cenderung Dandes di Minsel lebih difokuskan pada PKT. Sebab semua warga desa dapat terlibat. Sehingga lewat upah kerja yang diberikan, warga juga terbantu. Tidak ada persoalan hukum juga di belakang. Pada sisi lain desa juga ada pembangunan lewat Dandes. Tapi itu masukkan yang kami berikan pada Kumtua. Putusan akhir tetap ada pada Kumtua sebagai pemegang kuasa anggaran,” tandas Lumapow.
Pada bagian lain anggota DPRD dari Fraksi Primanas Orwin Tengor mengharapkan BLT tetap direalisasikan. Memang ada kriteria penerima yang diberikan, tapi masalah sekarang hampir semua warga terdampak lantaran merosotnya perekonomian. Negara saja defisit sampai Rp 800 Triliun, apalagi warga biasa. Sehingga paling tidak, tidak harus seluruh kriteria terpenuhi. Dia juga sepakat penentuan penerim dapat diputuskan lawat musyawarah desa.
“Tidak bisa menyerah begitu saja dan memutuskan mengabaikan BLT. Selain ada konsekwensi terpotong sampai 50 persen, juga pada kondisi sekarang banyak warga terpukul dan sangat membutuhkan bantuan sekedar untuk bertahan hidup. Saya rasa selama dapat dipertanggungjawabkan maka tidak ada maslah hukum. Makanya sangat setuju bila penerima BLT diputuskan lewat musyawarah desa. Soal PKT, bagaimana dengan warga lansia dan orang cacat? Tolong ini diperhatikan bila memang perduli pada masyarakat,” tutur Tengor.(noh)