Manado, SULUTREVIEW
Keresahan petani kelapa Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) akibat anjloknya kopra bakal teratasi, menyusul hadirnya PT Rekadya Multi Adiprima yang berkomitmen mengolah sabut kelapa menjadi produk kayu dan kebutuhan lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Bisnis Developmet Corporate PT Rekadaya Multi Adiprima, Farry Aditya menegaskan sabut kelapa Sulut sangat melimpah. Sebab kalau luasan lahan tercatat 280 ribu hektar, maka dapat dipastikan limbah sabut kelapa yang dihasilkan dapat mencapai 280 ribu ton per tahun.
“Sulut sebagai salah satu produsen kelapa terbesar di Indonesia. Nah sekarang ketika produk turunan kelapa sudah terbaca dan terlihat, ternyata dari sekian banyak itu masih ada satu yang belum tersentuh secara baik, yakni sabut kelapa,” katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) Detailing Teaching Industry Pengolahan Kelapa, yang digelar di hotel Fourpoints, Rabu (13/11/2019).
“Kalau kita bicara kita menemukan harta karun lagi di Sulut itu adalah kalimat yang tepat. Kenapa karena pertama sabut kelapa itu hanya dibuang dan tidak pernah diolah. Dari zaman dulu sampai sekarang orang Indonesia hanya tahu bahwa sabut kelapa itu hanya untuk keset dan tali tambang, yang menurut saya itu teknologi yang sangat tradisional jauh dari inovasi atau research,” tukasnya kembali.
Sejauh ini, sambung Farry, yang muncul di market hanya keset dan tali tambang. “Tetapi ketika produk-produk itu kami jelaskan dapat untuk jok motor untuk interior, peredam dan lainnya sebenarnya itu adalah terobosan. Karena sabut kelapa dapat dijadikan produk yang punya nilai lebih tinggi. Itu sudah satu hal yang pasti. Selanjutnya untuk segmen industri, contoh seperti furniture, barang produk yang sederhana saja seperti jok kursi yang kita gunakan berbahan inport padahal kita dapat memanfaatkan jok kelapa,” jelasnya.
Farry menambahkan agar produk inovasi sabut kelapa dapat disosialisasikan ke masyarakat. Mulai dari infsrtuktur sekolah dan lainnya.
“Itu adalah peluang bagaimana mengenalkan kepada siswa dan mahasiswa bahwa ada produk turunan kelapa. Mari kita hidupkan produk industri kelapa. Harus kita tunjukkan secara realita, dalam sejumlah produk seperti meja dan suvenir yang merupakan industri hulu ke hilir.
Lanjut Aditya, ketika inovasi dikembangkan, maka Sulut akan menjadi bagian dari satu provinsi yang pertama di Indonesia yang mengambil inisiatif pengembangan sabut kelapa.
“Dari akademisi Unsrat sudah masuk, bisnisnya ada Rekadaya, goverment dalam hal ini, Pemprov Sulut juga sudah masuk. Komuniti kelapa juga ada. Harapan kami investasi bisa lansung dapat direalisasikan.
“Sulut merupakan daerah yang memproduksi rumah panggung, tetapi sayang bahan bakunya masih mendatangkan dari tempat lain. Nah dengan adanya pengembangan sabut kelapa yang dijadikan kayu, maka kebutuhan dapat dipenuhi,” jelasnya.
Asisten bidang Perekonomian dan Pembangunan Setdaprov Sulut, Rudi M Mokoginta mengatakan melalui kolaborasi tersebut akan menghasilkan inovasi yang mendatangkan nilai tambah bagi pertanian maupun perekonomian Sulut.
“Sabut kelapa ini merupakan limbah yang dimanfaatkan dengan sentuhan inovasi dan industri sehingga akan memberikan nilai tambah yang akan menguntungkan masyarakat petani,” ungkapnya
Pada kesempatan ini, Mokoginta berharap akan ditindaklanjuti dengan Memorandum of Understanding (MoU).
“Dalam FGD ini akan diikuti dengan rencana kerja sama antara PT Rekadaya Multi Adiprima dan PT ICDX Logistik Berkat dan Pemprov Sulut. Semoga akan diikuti dengan MoU,” tukasnya sambil menambahkan, lokasi yang menjadi sentra adalah Bitung dan Amurang.
Sementara itu, Wakil Rektor bidang Akademik Prof Grevo Gerung berharap melalui FGD akan dihasilkan teaching industri.
“Komoditas sabut kelapa ini akan kita masukkan dalam industri. Kita punya ilmunya yang dapat dikembangkan. Tetapi untuk lahannya kita serahkan ke Pemprov Sulut. Makanya kita kolabborasi, sehingga inovasi sabut kelapa dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk,” tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Rektor IV bidang Kerja Sama, Prof Sangkertadi mengatakan untuk mencapai tujuan tersebut perlu disiapkan warehouse, rencana anggaran, Amdal dan perizinan yang kesemuanya diidentifiasi dan direncanakan dengan matang.
Sangkertadi merinci, sabut kelapa dapat diproduksi menjadi jok mobil, matras, kasur, tali tambang, cocomesh jaring sabut kelapa, coir net untuk pengerasan jalan hingga peralatan rumah tangga lainnya.
Menariknya, untuk mewujudkan inovasi sabut kelapa perlu laboratorium industri.
“Pada saat kita ekspor sabut kelapa, maka alat-alat pengukur untuk evaluasi produk kita, akan jadi pembelajaran. Dan ini sesuai dengan kebutuhan industri,” sebut Dr Ophirtus Sumule yang merupakan Former Direktur Sistem Inovasi Kemenristekdikti.
“Harus ada standar laboratorium, metodologi dan peralatan. Kalau tanpa itu semua, maka akan sia-sia inovasi yang kita lakukan, karena harus ada standar yang ditetapkan,” tandasnya.(eda)