Catat Angka 0,51%, Inflasi Manado Terendah se- Sulawesi

Manado, SULUTREVIEW – Realisasi inflasi Sulawesi Utara (Sulut) yang diwakili Kota Manado, pada bulan Desember 2017, tercatat sebesar 0,51. Inflasi ini, jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis bulan Desember 5 tahun terakhir, yakni dari 2012-2016, sebesar 1,20% (mtm).

Di kawasan Sulawesi, inflasi Sulut juga lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain. Inflasi Sulut, untuk bulanan (0,51% mtm) maupun tahunan (2,44% yoy) berada di bawah Sulawesi Selatan (1,04% mtm; 4,44% yoy), Sulawesi Tengah (1,87% mtm; 4,33% yoy), Sulawesi Tenggara (0,68% mtm; 3,07% yoy); Gorontalo (0,79% mtm; 4,34% yoy), dan Sulawesi Barat (0,59% mtm; 3,79% yoy).(

Diketahui, sepanjang tahun 2017, inflasi bulan Desember, tidak setinggi inflasi yang terjadi di bulan Januari, Februari dan Juni serta Juli. Bahkan dibandingkan dengan nasional, inflasi Sulut lebih rendah dibandingkan realisasi nasional sebesar 0,71% (mtm).

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulut bulan Desember 2017 ini, cukup rendah dan terkendali. Dii mana sejak Agustus hingga November, sempat mengalami deflasi.

Dijelaskan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulut, Soekowardojo, inflasi bulan Desember 2017 dipengaruhi inflasi seluruh kelompok, yaknk kelompok inti (core), kelompok bahan makanan bergejolak (volatile food), maupun kelompok yang harganya diatur pemerintah (administered prices).

Kelompok core tercatat inflasi sebesar 0,36% (mtm) yang disebabkan oleh naiknya kelompok core traded dan core non traded khususnya harga barang-barang bangunan seperti seng, semen dan cat tembok serta kayu-kayuan seiring dengan pembangunan pemerintah dan swasta.

“Komoditas core lainnya yang mengalami kenaikan harga yaitu ikan tindarung dan martabak sebagai dampak musim liburan yang mendorong konsumsi masyarakat di tengah kurangnya pasokan ikan pada bulan Desember. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 0,93% (mtm) yang disebabkan oleh komoditas telur ayam ras, bawang merah, pepaya, beras, daun bawang dan daging babi,” katanya.

Kenaikan harga pada komoditas telur ayam ras didorong oleh meningkatnya permintaan telur untuk pembuatan kue sebagai hidangan Natal dan tahun baru. Kenaikan harga beras disebabkan oleh telah dimulainya masa tanam padi yang terjadi hampir di seluruh provinsi. Adapun kelompok administered prices tercatat inflasi sebesar 0,58% (mtm) yang terutama disebabkan oleh angkutan udara sebagai dampak tingginya mobilitas masyarakat yang kembali ke Manado dalam rangka merayakan hari raya Natal dan Tahun Baru 2018.

“Sebagai informasi, angkutan udara merupakan komoditas utama penyumbang inflasi di bulan Desember 2017 di tengah turunnya harga cabai rawit dan tomat,” ujar Soekowardojo.

Inflasi bulan Desember 2017 sejalan dengan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) dari BI Sulut, meskipun hasil SPH cenderung menunjukkan inflasi yang lebih tinggi. Namun hasil SPH menunjukkan komoditas angkutan udara dan beras konsisten mencatat inflasi serta komoditas cabai rawit konsisten mencatat deflasi sejak minggu pertama Desember.

“Komoditas bawang merah mulai merangkak naik harganya sejak minggu kedua. Namun demikian, hal berbeda terjadi pada komoditas tomat yang berdasarkan SPH sudah tercatat inflasi sejak minggu pertama hingga minggu terakhir bulan Desember 2017,” tukasnya.

Dengan realiasi Desember tersebut, maka secara tahunan inflasi Sulut tahun 2017 tercatat sebesar 2,44% (yoy). Inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 yang tercatat sebesar 0,35% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,56% (yoy). Inflasi Sulut terus melanjutkan tren perbaikannya. Inflasi Sulut juga tercatat lebih rendah dibandingkan nasional sebesar 3,61% (yoy) pada tahun 2017.(hilda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *