Jakarta, SULUTREVIEW – Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), EYL (38 tahun) diciduk polisi di sebuah kamar Hotel di Jakarta Pusat Rabu(27/9) pukul 23.30 Wib atas kasus menggunakan narkotika.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan Polres Metro Jakarta Barat telah melakukan penangkapan EYL.
“Kami telah melakukan penangkapan terhadap pelaku TP Narkotika, Polres Metro jakarta barat dengan identitas EYL (38 tahun),” kata Argo, Kamis(29/9).
Menurutnya penangkapan tersebut berdasarkan informasi yang disampaikan masyarakat yang dapat dipercaya bahwa di TKP tersangka sedang memakai narkoba jenis sabu.
Selanjutnya dari laporan tersebut ditindaklanjuti dan sesampainya di TKP, ternyata benar bahwa tersangka kedapatan barang bukti sejumlah 1 paket yang diserahkan dengan tangan kanan tersangka sendiri ke polisi.
“Diakuinya barang tersebut didapat dari Toni ( DPO ) dengan harga Rp. 900.000. Sehingga dari tangan tersangka di sita satu paket narkoba jenis sabu seberat 0,42 gram, 1 bong berikut pipet berisi sisa sabu dan korek gas,” katanya.
Sementara itu menurut pengamat politik dan pemerintahan Dr Ferry Daud Liando SIP MSi, jika penangkapan kepada EYL benar, maka harusnya negara turut bertanggung jawab. Sebab, sejauh ini tanpa adanya kajian yang matang, bahkan alasan yang jelas negara senantiasa memanjakan anggota legislatif dengan tunjangan yang melimpah ruah.
“Sepertinya kalangan legislatif bergelimang dengan pendapatan. Akibatnya, ada oknum yang berupaya menghabiskan tunjangan itu dengan cara pesta pora,” ujarnya.
Makanya, lanjut Liando tak heran jika sebagian publik kerap meragukan kinerja dari sebagian anggota legislatif. Ironinya, tunjangan dan pendapatan mereka yang sudah tinggi. Namun tetap saja negara begitu mudahnya menaikkan pendapatan mereka,” tandasnya sembari menyebut PP 18 tahun 2017 merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam menaikkan tunjangan tanpa alasan yang kuat.
“Dan pertaruhannya nanti akan berdampak pada pemilu 2019 mendatang, yang akan dibarengi dengan turunnya partisipasi pemilih. Nah, kejadian seperti ini akan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap elit-elit politik di Sulut. Padahal masih banyak elit politik yang bermoral dan berkualitas tapi mereka akan kena dampaknya. Karena nila setitik bisa rusak susu sebelanga,” jelas Liando.
Menyikapi hal ini, Ketua DPRD Sulut, Andrei Angouw, mengatakan bahwa untuk pemberian sanksi bagi setiap anggota yang kedapatan melanggar hukum pastinya ada prosedurnya. “Setiap perbuatan melanggar hukum yang dilakukan pasti ada konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan. Tetapi untuk kelanjutannya akan ada.mekanisme yang kita tempuh,” tukasnya.(rizal/hilda)