British Council dan ICRS Bahas Agama dan Keberagaman

Manado, SULUTREVIEW – British Council bekerjasama dengan Indonesian Consortium for Reliigious Studies (ICRS) yang difasilitasi Pemerintah Kota Manado bersama Kementerian Agama Republik Indonesia berkesempatan membahas wacana agama dan kebaragaman.

Kegiatan yang dikemas melalui lokakarya pengayaan dengan tagline Rukun, Ragam dan Sepadan itu dimaksudkan untuk memperkuat dan memperkaya kesadaran, nilai-nilai keterbukaan, pengertian, toleransi dan interaksi diantara komunitas keagamaan. ” Aktivitas ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan menciptakan ruang belajar bersama pemerintah, akademisi dn elemen masyarakat likal untuk membangun agenda keadilan sosial sehingga dapat menjadi penyokong pembaruan kebijakan demi keselarasan hubungan antarmanusia,” ungkap Core Doctoral Faculty ICRS, Dicky Sofjan PhD di aula Pemkot Manado, Senin (21/8/2017).

Untuk membuka wawasan dan pengayaan wacana, maka dihadirkan para peserta yang terdiri dari penyuluh agama Kemrenterian Agama, guru agama, perwakilan lembaga pemerintah, lembaga keagamaan, Forum Kerukunan Umat Beragama, akademisi, wartawan, organisasi massa, Lembaga Swadaya Masyarakat, perwakilan kaum muda dan lembaga masyarakat sipil lainnya.

“Perlu pembangunan profesionalitas dan kapasitas di antara penyuluh agama. Ini positif dan masyrakat harus mengikuti perkembangannya. Bagaimana membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indinesia,” sebutnya sembari menambahkan bahwa terkait agama masyarakat tidak sepenuhnya bergantung pada negara. “Tetapi sebagai elemen bagsa kita harus pro aktif membangun kesejahteraan sosial dan keadilan sosial. Memang belakangan ini negara agak gamang menyelesaikan kasus-kasus intoleransi, sehingga hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia pasca reformasi,” tukasnya.

Menariknya pada session Agama dan Mayantara, Dicky menjelaskan tentang
digital kapitalism yang memanfaatkan agama di dunia siber dengan mengangkat isu kebencian. “Kebencian sebagai industri yang memanfaatkan konflik, sakin konfliktual semakin viral, semakin banyak uang dihasilkan. Nah isu agamalah yang senantiasa dipakai. Bahkan berita hoax,” ucapnya.

Sementara itu, Associate Director ICRS, Dr Jeanny Dhewayani menegaskan bahwa manusia diciptakan beragam. Hal ini perlu diperkuat dan diperkaya. Sebab seiring berjalannya waktu telah mengalami pergeseran yang masif di tengah masyarakat dengan wacana transnasional berikut berkembangnya budaya digital dan lainnya. “Diharapkan peserta akan mengalami pengayaan wacana, wawasan, membangun penghargaan akan perbedaan serta memperkuat kemauan untuk bersama memelihara kekayaan wacana keagamaan,” ujar Dhewayani.

Peserta antusias mengikuti lokakarya

“Kita diciptakan beragam, kita dibentuk dengan mindset kita. Oleh karena itu, keberagaman harus dirawat sebagai suatu kekuatan. Bukan sebaliknya kelemahan dan memecah belah” tutur Dhewayani.

Lebih jauh, Programme Manager Internationalising Higher Education.British Council Ambarizky A Trinugraheni mengatakan kegiatan dilaksanakan di enam kota di Indonesia yakni Medan, Pontianak, Manado, Ambon, Ruteng dan Bandumg. “Keenam kota mewakili kekhasan dalam hal demografi penganut agama maupun keragamannya. “Lokakarya ini memberikan semangat dan menjiwai harmoni antaragama, multikulturalisme dan keadioan sosial,” katanya.(hilda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.