Minut, Sulutreview.com – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana hibah GMIM dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kembali digelar di Pengadilan Negeri Manado, Rabu (22/10/2025).
Pada sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi ahli, yaitu ahli perhitungan kerugian negara dari Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulut Herry Kiswanto dan ahli keuangan daerah dari Kementerian Dalam Negeri Boyke Siagian.
Dalam agenda persidangan kali ini, Penasehat Hukum dari terdakwa Jefry Korengkeng, Michael Jacobus mengkritisi keterangan saksi ahli Herry Iswanto, khususnya terkait metode penghitungan kerugian negara.
Michael Jacobus menyoroti adanya kontradiksi antara metode audit yang tertulis dengan implementasi di lapangan.
“Saya sebenarnya mengejar karena di dalam metode dia, dalam laporan hasil audit kerugian keuangan negara, dalam metode dia itu ada namanya observasi penggunaan. Yang kedua melakukan klarifikasi terkait. Sekarang bagaimana bisa metodenya dia cantumkan itu, tetapi ada item-item yang seharusnya melakukan klarifikasi, dia tidak klarifikasi, cuma bertumpu pada BAP (Berita Acara Pemeriksaan),” ujar Michael Jakobus kepada awak media usai sidang.
Jacobus pun menekankan terkait urgensi profesionalisme audit karena menyangkut nasib hukum seseorang.
“Ini menyangkut nasib orang loh. Lagi sekali, hasil audit dia akan menentukan nasib orang mau dipenjara atau tidak. Makanya kurasi profesionalitas dia itu yang saya harapkan,” tegasnya.
Menurut Yakobus, terdapat beberapa item penggunaan uang yang sama sekali tidak diverifikasi atau diklarifikasi langsung oleh tim BPKP, bahkan ada informasi yang tidak didapatkan, sehingga dinilai “tidak sesuai SOP”.
Poin lain yang menjadi sorotan Yakobus adalah terkait hasil audit ahli konstruksi yang digunakan BPKP. Dalam persidangan terungkap bahwa ahli konstruksi tidak melakukan pencocokan hasil auditnya dengan laporan belanja.
“Kan tadi terungkap dalam persidangan, bahwa untuk ahli konstruksi, ahli konstruksi tidak melakukan pencocokan hasil audit ahli konstruksi itu dengan laporan belanja. Bagaimana ahli konstruksi ini periksa beton, yang dibelanjakan ada besi dan lain-lain. Kenapa tidak dicocokkan? Kenapa tidak dipisahkan?” tanya Yakobus.
Saksi ahli BPKP menjawab bahwa ia hanya memakai mutlak apa yang disampaikan oleh ahli konstruksi. Hal ini langsung dibantah keras oleh Jacobus.
“Tidak boleh begitu dong, ini kan bukan hibah bangunan. Ini hibah uang, aliran uangnya dong yang diperiksa,” protesnya.
Yakobus menyatakan bahwa observasi dan klarifikasi menjadi hal yang sangat penting untuk memverifikasi validitas laporan kerugian negara, sehingga mereka merasa ‘greget’ dalam menanyakan hal tersebut di persidangan. (**)













