Margarito :  Relakah Kursi Ketua MPR dari PKB

Jakarta, SULUTREVIEW

Ahli Hukum Tatanegara, Margarito Kamis menilai aliansi besar sangat lucu kalau aliansi besar ini berdebat soal sosok ketua MPR.

“Menjadi lucu kalau aliansi yang besrar ini berkelahi,  kita ingin mendapatkan satu horison yang menunjukkan bahwa koalisi atau aliansi ini betul-betul menuntun perilakunya dengan semangat gotong royong,” katanya dalam diskusi Empat Pilar MPR yang Bertema ‘Menjaga Politik Kebangsaan, Layakkah Semua Fraksi di Kursi Pimpinan MPR?’ di Media Center, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta.(8/7/2019).

Dia pesimis partai pemenang bisa memainkan  peran itu. “Saya tidak tahu, tapi  rasanya kalau PDI-P nanti pegang DPR, rasanya  PKB masuk akal Kalau ada di MPR,” tukasnya seraya menambahkan bukan karena satu ada Jokowi dan Kyai Ma’ruf.

“Tetapi saya rasa, karena ini anda tidak bisa bicara tentang sah dan tidak sah , anda bicara  layak dan tidak layak ini sebuah presfektif yang  betul-betul terlepas dari legal, sama sekali itu bukan soal hukum tetapi soal Politik,” sergahnya.

Margarito mengaku kalau direlakan kursi ketua MPR itu kepada PKB.

“Ada nasionalis yang pegang DPR lalu satu yang dekat-dekat ke religius yang mewakili NU yang begitu besar ada di Jawa timur, di jawa tengah dan Jawa barat  dan segala macam , saya rasa itu katn menjadi cocok seperti yang diinginkan oleh Bung Karno,” ungkapnya.

Sedangkan Anggota MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ir. H. Mulyadi mengatakan seperti yang disampaikan Margarito, ini bukan persoalan tatanan hukum, ini adalah persoalah politik. Makan dari itu, lanjutnya tidak ada formulanya dan  ketentuan-ketentuan yang mengatur 5 pimpinan anggota MPR itu terdiri dari partai apa aja dan sebaiknya apa  adalah bagaimana kalau ketua DPR nya adalah dari nasionalis,  kalau yang MPR nya agak sedikit sedikit mengarah ke Religius.

“Bahkan bisa juga  yang lebih bagus lagi nasional, religius , itu bisa lebih bagus lagi, ini kan tidak menutup kemunkinan maka dari itu  menurut saya kalau kita belajar dariperistiwa terjadi 2009-2014 , memang tidak ada aturan yang baku,” jelasnya.

“Yang pasti, Demokrat sudah menunjukkan sebagai partai pemenang pada 2009, walaupun PDI-P waktu itu, Bapak SBY maju sebagai presiden sebagai pemenang,  rival beliau adalah Bu Mega tapi pada saat itu kursi pimpinan MPR diserahkan kepada pak Taufik Kiemas dari PDI-P, itu bagian dari mendistribusikan fungsi kekuasaan,” pungkasnya.

“Saya tentu lebih cenderung berpendapat,  sebaiknya yang sudah mendapat kursi di DPR tentu memperioritaskan yang belum di MPR,” kuncinya.(rizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *