Manado, SULUTREVIEW – Untuk menjaga stabilitas perekonomian di tengah berlanjutnya peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia yang diikuti dengan penurunan likuiditas global.
Bank Indonesia (BI) menyikapinya dengan melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar.
Hal itu diikuti dengan kebijakan BI yang dihasilkan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16-17 Mei 2018 yang memutuskan untuk menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,50%, suku bunga Deposit Facilitysebesar 25 bps menjadi 3,75%, dan suku bunga Lending Facilitysebesar 25 bps menjadi 5,25%, berlaku efektif sejak 18 Mei 2018.
Kebijakan tersebut ditopang oleh pelaksanaan operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar valas maupun pasar uang.
Selain itu, BI juga menerapkan kebijakan makroprudensial, diantaranya dengan tetap mempertahankan Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0%, untuk menjaga stabilitas sistem keuangan serta mendorong fungsi intermediasi perbankan. Berikut upaya koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait yang terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan bahkan memperkuat implementasi reformasi struktural.
Menariknya, kebijakan tersebut turut berdampak bagi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara (Sulut), yang secara optimistis akan bergerak signifikan seiring dengan investasi di berbagai bidang.
Bertolak dari keseluruhan kinerja perekonomian Sulut triwulan I tahun 2018 tercatat sebesar 6,68% (yoy) atau mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2017 sebesar 6,43% (yoy) dan juga lebih besar dari triwulan IV tahun 2017 yang sebesar 6.53% (yoy).
Bahkan pertumbuhan ekonomi ini, masih lebih tinggi atau melampaui dibandingkan dengan triwulan I 2018 nasional sebesar 5.06% (yoy). Di mana pertumbuhan tersebut didorong oleh hampir seluruh sektor ekonomi. Terutama oleh meningkatnya kinerja sektor konstruksi, perdagangan dan transportasi.
Untuk sektor konstruksi tumbuh sebesar 6,97% (yoy) dan memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulut sebesar 0,89% (yoy). Pertumbuhan sektor konstruksi terutama didorong oleh pembangunan infrastuktur proyek strategis nasional seperti tol Manado-Bitung dan bendungan Kuwil serta sejumlah proyek swasta lainnya.
Indikator pertumbuhan ditopang oleh kinerja pariwisata sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi daerah menunjukkan perkembangan yang semakin membaik.
Hal tersebut ditunjukkan oleh peningkatan jumlah wisman pada triwulan I tahun 2018 yang mencapai 29.413 orang atau meningkat 63,3% (yoy) dibandingkan pada tahun sebelumnya dan juga rata-rata lama tamu asing meningkat pada Triwulan I tahun 2018 sebesar 12,31%.
Kondisi tersebut lanjutnya, akan membawa multiplier effect ke sektor lainnya. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum meningkat sebesar 14,59% (yoy) dengan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulut sebesar 0,33% (yoy)nsektor Transportasi dan Pergudangan yang meningkat sebesar 9,38% (yoy) dengan sumbangan terhadap pertumbuhan 0,84% (yoy) dan Perdagangan Besar dan Eceran yang meningkat sebesar 6,57% (yoy) dengan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulut sebesar 0,86%(yoy).
“Untuk kinerja sektor pertanian pada periode tersebut tumbuh sebesar 3,76% (yoy) yang menjadi sumber pertumbuhan sebesar 0,73% (yoy) kembali meningkat,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulut, Soekowardojo baru-baru ini.
Selanjutnya kinerja penangkapan ikan juga meningkat yang berdampak pada meningkatnya produksi ikan tangkap di Sulut seiring dengan kinerja sektor pertanian yang positif.
“Sektor industri pengolahan juga menunjukkan kinerja positif pada triwulan I tahun 2018 dengan pertumbuhan sebesar 3,88% (yoy) dan menyumbang 0,4% (yoy) terhadap pertumbuhan ekonomi Sulut. Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan juga tercermin dari peningkatan ekspor daging/ikan olahan yang tumbuh sebesar 24% (yoy), membaik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2017 yang hanya sebesar 0,7%,” beber Soekowardoyo.
Dari sisi Pengeluaran, turut didorong meningkatnya komponen ekspor barang dan jasa berikut konsumsi rumah tangga, Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB), konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT).
Ekspor Sulut triwulan I tahun 2018 yang meningkat sebesar 10,22% (yoy) telah memberikan sumbangan sebesar 2,66% (yoy) terhadap perekonomian Sulut.
Ekspor barang Sulut triwulan I tahun 2018 tercatat sebesar USD 261,96 Juta atau meningkat sebesar 5,64% (yoy) atau lebih disebabkan oleh kenaikan volume sebesar 5.9% dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Di mana harga minyak nabati di pasar internasional mengalami penurunan dan berdampak pada penurunan ekspor lemak dan minyak nabati Sulut pada sebesar 3%.
“Di sisi lain, ekspor buah-buahan dan kacang-kacangan, perhiasan dan permata serta berbagai produk kimia naik cukup signifikan sehingga keseluruhan mampu mendorong pertumbuhan ekspor Sulut,” sebut Soekowardojo sambil menambahkan ekspor jasa Sulut juga ikut meningkat yang didorong oleh peningkatan jumlah wisman.(hilda)