Manado, SULUTREVIEW – Melambungnya harga tomat sayur di sepanjang bulan April 2018, menjadi penyebab utama inflasi di Sulawesi Utara yang diwakili Kota Manado, sebesar 1,09% (mtm).
Untuk inflasi tahun kalender tercatat sebesar 2,28% year todate (ytd) dan inflasi tahunan sebesar 2,24% (yoy).
Berdasarkan data yang dirangkum Badan Pusat Statistik, secara bulanan, inflasi Sulut pada April tercatat meningkat. Baik dibandingkan dengan realisasi inflasi
Sulut bulan sebelumnya (0,13% mtm), rata-rata inflasi Sulut April dalam 5 tahun terakhir (-0,22% mtm), maupun inflasi nasional April (0,10% mtm).
Menariknya, secara tahun kalender, inflasi Sulut pada April tercatat lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada
periode yang sama tahun sebelumnya (2,49% ytd).
Berdasarkan komponennya, seperti yang sudah-sudah inflasi terjadi pada kelompok bahan makanan bergejolak yakni volatile foods (VF), sedangkan kelompok tarif yang diatur pemerintah atau administered price (AP) dan kelompok inti (core) tercatat mengalami deflasi.
Inflasi bulan April 2018 terutama disebabkan oleh inflasi kelompok VF. Inflasi kelompok VF tercatat sebesar 7,49% (mtm) yang terutama disumbang oleh komoditas
tomat sayur, yang memiliki andil 1,209% (smtm*), meningkat jika dibandingkan bulan sebelumnya yang deflasi sebesar -0,115% (smtm*). Selain tomat sayur, komoditas lain yang memberikan sumbangan inflasi dari kelompok VF yaitu bawang merah, cakalang, bawang putih dan cabai rawit. Penyebab tingginya inflasi kelompok VF terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan terkait perayaan hari besar keagamaan dan curah hujan yang tinggi pada April sebagaimana perkiraan BMKG Sulut.
“Dari informasi yang dikumpulkan di lapangan, pasokan tomat sayur cenderung mengalami penurunan yang disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu, sejingga membuat petani bersikap menunggu dengan alasan menghindari risiko kerusakan. Selanjutnya, selisih harga positif antar Manado dan daerah lain juga mendorong petani melakukan arbitrase dengan menjual ke luar
daerah,” ungkap Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulut, Soekowardojo dalam rilisnya, Rabu (2/5/2018).
Di sisi lain, harga cabai yang lebih tinggi dari tomat sayur serta risikonya yang lebih rendah, juga mendorong petani memilih menanam cabai. Namun kelompok core menahan laju inflasi dengan level yang relatif kecil, yaitu sebesar 0,03% (mtm).
Deflasi pada kelompok core didorong oleh komoditas daun
paku atau pakis (-7,44%,mtm), daun selada (-3,75% mtm), kakap putih (-3,66% mtm) dan semen (-2,43% mtm). Diikuti kelompok AP menahan inflasi laju inflasi yang lebih tinggi dengan mencatatkan deflasi yang cukup dalam sebesar -1,74% (mtm).
Deflasi pada kelompok AP disumbang oleh tarif angkutan udara yang mengalami deflasi -0,38 (mtm). Tidak adanya long weekend pada bulan April 2018 dibanding Maret 2018 membuat permintaan angkutan udara berkurang.
“Penurunan permintaan angkutan udara memicu deflasi pada AP dan ikut menahan laju inflasi April 2018,” sebut Soekowardojo.
Akan hal ini, BI memperkirakan bulan Mei 2018, tekanan inflasi berpotensi meningkat, sejalan dengan meningkatnya permintaan bahan makanan dan non makanan di bulan
Ramadhan yang jatuh minggu ke 3 hingga minggu akhir bulan mei.
Diketahui, sepanjang tahun 2018, Bank Indonesia Provinsi Sulut memperkirakan inflasi Sulut tahun 2018 akan berada pada rentang 2,5±1% (yoy). Pengendalian inflasi 2018 perlu didukung oleh ketersediaan bahan pokok strategis yang memadai, serta didukung juga oleh upaya dan koordinasi pemerintah daerah dan Bank Indonesia melalui wadah TPID untuk terus memperkuat pengendalian inflasi.(hilda)