Menjaga Denyut Nadi Inflasi, BI Sulut Perkuat Sinergitas dan Peran HLM-TPID

Komoditas cabai rawit dan tomat menjadi pendorong inflasi di Sulawesi Utara. Foto : ist

Artikel Ditulis Oleh : Hilda Margaretha

PAGI itu, udara masih segar dan jalanan belum terlalu ramai, Youla Engka (56) warga Teling Tingkulu bergegas menuju pasar Pinasungkulan Manado untuk berbelanja berbagai kebutuhan usaha warung makannya, yang berada di seputaran perkantoran.

Youla bergegas mendatangi lapak pedagang yang berjualan cabai rawit atau rica dengan harga di kisaran Rp45.000 per kilogram. Dia juga membeli tomat dengan harga Rp7.000 per kilogram. Sedangkan bawang merah, masih bertahan di kisaran harga Rp48.000 per kilogram. Atau ada kenaikan sebesar Rp3.000 dari pekan sebelumnya. Untuk harga beras medium, dengan merek Dua Merpati dijual Rp17.000 per kilogram, padahal tiga hari sebelumnya masih dijual Rp14.500 per kilogram.

Selanjutnya, Youla menuju lapak penjual daging babi, yang ternyata per kilogramnya dijual Rp90.000 jauh lebih murah ketimbang awal Agustus 2025 sebelumnya, yang menyentuh harga Rp105.000 per kilogram.

Memang, harga komoditas bahan pokok yang dijual di pasar tradisional di Kota Manado, sejak awal hingga akhir Agustus 2025, terbilang mengalami penurunan. Khususnya, cabai rawit yang harga jualnya bisa sangat fantastis di atas Rp100.000 per kilogram. Demikian dengan tomat bisa mencapai Rp15.000-18.000 per kilogram. Untuk ikan malalugis dijual di harga Rp43.000-50.000 per kilogramnya. Di mana harga ikan ini ditentukan oleh keadaan cuaca.

Bagi Youla yang setiap hari harus berhadapan dengan fluktuasi harga, dia berharap dapat membeli kebutuhan pokok dengan harga yang stabil. Dengan demikian, dia dapat memiliki kesempatan untuk meraih keuntungan lebih saat berjualan. Karena satu porsi dagangannya yang terdiri dari nasi, lauk dan sayur dibanderol Rp15.000 per porsi.

“Harga kebutuhan pokok di pasar Bersehati turun cukup lumayan. Cabai rawit dan tomat, juga daging babi. Tetapi untuk bawang merah, beras dan ikan malalugis masih agak mahal,” ucap Youla yang menggeluti bisnis warung makan sejak tahun 2020 silam.

Naik turunnya harga kebutuhan pokok bagi Youla adalah gambaran pentingnya mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas harga yang berdampak pada perekonomian masyarakat. Karena inflasi yang tidak terkendali dapat menimbulkan masalah serius pada daya beli masyarakat maupun iklim investasi hingga pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Intinya, inflasi dan daya beli masyarakat sangat erat kaitannya. Karena secara langsung akan dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, harus ada upaya agar inflasi tetap stabil, dengan demikian daya beli masyarakat tidak terganggu dan kehidupan ekonomi tetap berjalan lancar.

Dampak Inflasi dan Daya Beli Masyarakat

Inflasi menjadi fenomena ekonomi yang diikuti dengan terjadinya kenaikan harga barang maupun jasa yang terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Inflasi diukur dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK), yang menunjukkan perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Perkembangan inflasi Sulawesi Utara (Sulut) pada bulan Agustus 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mencatat terjadinya deflasi terdalam sebesar 1,11 persen (month to month).

Terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 109,50 pada Juli 2025 menjadi 108,28 pada Agustus 2025. “Secara tahunan terjadi inflasi sebesar 0,94 persen dan secara tahun kalender terjadi inflasi sebesar 0,93 persen,” jelas Kepala BPS Sulut, Aidil Adha pada Senin (01/09/2025).

Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami deflasi sebesar 3,94 persen dan memberikan andil deflasi sebesar 1,34 persen.

Kelompok transportasi mengalami deflasi sebesar 0,40 persen dengan andil 0,05 persen. Kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga megalami deflasi sebesar 0,33 persen, kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 0,10 persen.

Kedua kelompok tersebut memberikan andil deflasi masing-masing 0,01 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi Agustus 2025 antara lain tomat yang memberikan andil 0,79 persen, cabai rawit memberikan andil 0,60 persen, daging babi memberikan andil 0,27 persen, cabai merah memberikan andil 0,08 persen dan angkutan udara dengan andil 0,04 persen.

Andil pendorong inflasi, akademi atau perguruan tinggi 0,19 persen, bawang merah 0,13 persen, beras 0,10 persen, ikan malalugis 0,07 persen, ikan deho 0,04 persen.

“Menurut wilayah, dari empat kabupaten/kota cakupan IHK di Sulut tercatat seluruhnya mengalami deflasi secara bulanan. Deflasi terdalam terjadi di Kabupaten Minahasa Selatan sebesar 2,46 persen,” ucapnya.

Berdasarkan fenomena perkembangan harga, komoditas tomat, cabai rawit dan cabai merah mengalami penurunan pada bulan Agustus 2025 karena stok yang melimpah akibat musim panen di daerah sentra produksi.

Harga daging babi mengalami penurunan pada bulan Agustus 2025, karena stok daging babi yang banyak baik di pedagang maupun di tingkat peternak.

Selanjutnya, kenaikan biaya pendidikan, khususnya jenjang akademi dan perguruan tinggi disebabkan adanya peningkatan biaya operasional sekolah.

“Pada bulan Agustus 2025 harga beras masih mengalami peningkatan karena pasokan beras yang berkurang dari wilayah Sulut dan sudah mulai berkurangnya hasil panen di wilayah Sulut,” tukasnya.

Peran BI Sulut dan Strategi Menjaga Pengendalian Inflasi

Ibarat denyut nadi, inflasi adalah gambaran betapa penting dan vital menjaga pengendalian inflasi dalam sistem perekonomian. Apabila denyutnya terlalu tinggi atau cepat, maka akan terjadi gejolak harga yang berdampak pada daya beli masyarakat. Demikian juga kalau terlalu rendah atau deflasi, maka akan menyebabkan perekonomian stagnan atau lesunya produksi. Untuk itu, inflasi harus terus dijaga agar tetap stabil dengan kebijakan yang tepat serta mengupayakan koordinasi antar instansi dan pengawasan yang berkelanjutan.

Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulut yang
memiliki peran strategis dalam pengendalian inflasi, berkomitmen menjaga inflasi 2025 pada kisaran sasaran 2,5% ± 1% sebagai upaya untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Hal itu, diperkuat melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), yakni strategi koordinasi pengendalian inflasi di daerah melalui strategi 4K. Langkah ini, sejalan dengan Kepres 23/2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional yang menekankan peran penting sinergi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BI untuk menjaga stabilitas harga pangan, yang ditindaklanjuti dengan kerja nyata bersama melalui GNPIP.

Menurut uraian Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulut, Joko Supratikto, strategi 4K meliputi, Keterjangkauan Harga (K1), yang menyasar optimalisasi pasar dan pasar murah serta fasilitasi distribusi pangan.Selanjutnya, Ketersediaan Pasokan (K2), yakni penguatan Kerjasama Antar Daerah (KAD), peningkatan pemanfaatan alsintan dan sarpras produksi, gerakan tanam cabai, replikasi best practice klaster pangan dan pemanfaatan pupuk organik. Selanjutnya, Kelancaran Produksi (K3), yang mencakup penguatan koordinasi dan monitoring , optimalisasi program fasilitasi distribusi pangan, penguatan infrastruktur TIK, digitalisasi dan data pangan. Diikuti Komunikasi Efektif (K4), dengan arah penguatan capacity building, yang mendorong peningkatan diversifikasi pangan dan produk olahan, penguatan koordinasi kelembagaan, penguatan pengendalian ekspektasi.

“Strategi 4K tersebut tercetus melalui Keputusan Gubernur Sulawesi Utara nomor 53 tahun 2024. Pembentukan Tim Pengendaian Inflasi Daerah dan Tim Penyusun Neraca Pangan serta menghasilkan Roadmap 2025-2027: penugasan ke BI dalam bentuk capacity building TPID,” jelas Joko Supratikto.

Bagian yang penting selanjutnya, adalah memperkuat pengendalian inflasi di tahun 2025, di mana BI Sulut menggulir 3 langkah strategis, yakni menjaga inflasi 2025 pada kisaran sasaran 2,5 ± 1. Selanjutnya, menjaga inflasi harga bergejolak (volatile food) dalam kisaran 3,0-5,0 persen. Dibarengi dengan memperkuat koordinasi pusat dan daerah dengan menetapkan peta jalan pengendalian inflasi 2025-2027.

“Peta jalan pengendalian inflasi ini, untuk memastikan keterjangkauan harga komoditas pangan dan tarif angkutan pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN), juga meningkatkan produktivitas pangan guna menjaga  ketersediaan pasokan antarwaktu dan antarwilayah,” ungkapnya.

Tak kalah pentingnya, adalah menjaga kelancaran distribusi pangan antarwilayah,
memperkuat ketersediaan dan keandalan data pangan dan memperkuat sinergi komunikasi untuk mengelola ekspektasi inflasi masyarakat.

BI Sulut dalam upaya pengendalian inflasi, ungkap Joko Supratikto, terus melakukan penguatan dan bersinergi dengan pemda provinsi maupun kabupaten/kota se-Sulut. Juga bersinergi dengan anggota TPID.

“Tujuannya untuk menjaga ketersediaan pasokan melalui bantuan teknis, pelatihan, fasilitasi  pembentukan koperasi tani dan business matching pembiayaan, juga
memastikan keterjangkauan harga komoditas pangan pada periode HKBN dilakukan Gerakan Pangan Murah (GPM) serta sidak pasar untuk memastikan kelancaran distribusi,” ucap Joko Supratikto sembari menambahkan untuk Keterjangkauan Harga (K1) direalisasikan melalui Gerakan Pangan Murah (GPM) dan operasi pasar oleh TPID provinsi dan TPID kabupaten/kota yang menjangkau kabupaten/kota se-Sulut menjelang Hari Raya Pengucapan Syukur.

Kemudian, Ketersediaan Pasokan (K2), diikuti dengan penyerahan dan pemantauan bantuan alsintan dan saprodi, panen perdana padi dan penyerahan bantuan alsintan Gapoktan Karapita di Minahasa, penanaman cabai perdana dan penyerahan bantuan saprodi dan alsintan ke kelompok Tani Blessing di Boltim. Panen raya bawang merah di Kelompok Tani Berkah di Kotamobagu, penyerahan bantuan sumur bor dan smart green house dan panen  raya cabai rawit pada Kelompok Tani Rajawali di Kabupaten Talaud, bantuan Program Implementasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (PI KEKDA) tahap 1 kepada 6 kelompok tani cabai rawit.

Poin penting lainnya, sebut Joko Supratikto adalah Penguatan Kapasitas dan Kelembagaan Petani melalui pelatihan Petani Unggulan Sulawesi Utara (PATUA) dengan melakukan praktik lapangan, sinergi dengan Balai Penerapan Modernisasi Pertanian (BRMP) Kementerian Pertanian untuk komoditas bawang merah dan cabai rawit. 

Kemudian, fasilitasi pembentukan koperasi Wale Tani Mapalus oleh PATUA melalui audiensi dan pelatihan oleh Diskop UKM, serta audiensi penjajakan kerja sama Koperasi Wale Tani Mapalus dengan  PUD Klabat Minahasa Utara dan Trufarm.

BI Andalkan Hilirisasi dan Diversifikasi Pangan

Kegiatan ini, dirangkaikan dengan visit Bawang Goreng (Bareng) mami-mami kelompok usaha subsistem isteri petani bawang merah poktan berkah Kota Kotamobagu, penyelenggaraan Urbanfest dan Wisata Kuliner Ramadhan dari Road to Fesyar menyajikan produk olahan UMKM, penyelenggaraan Business Matching pembayaran bersama perbankan yakni BRI, BNI, BSI, Mandiri dan BSG dari Road to Fesyar.

Demi Kelancaran Distribusi (K3), yakni melibatkan sinergi K2 dan K3 melalui KAD dan FDP komoditas pangan strategis baik antar kabupaten/kota di Sulut maupun dengan provinsi lain.

“Realisasi GNPIP 2025, sinergi dalam rangka penguatan kapasitas serta koordinasi antar TPID di Sulut, telah diadakan 5 kali High Level Meeting (HLM) dan rapat koordinasi untuk membahas isu strategis pengendalian inflasi, serta capacity building TPID provinsi dan kabupaten/kota se Sulut. Dilakukan peluncuran iklan Bijak Belanja menjelang  maghrib saat Ramadhan serta sosialisasi optimism perekonomian  untuk mendukung persepsi positif di masyarakat,” jelas Joko Supratikto.

Tanpa mengabaikan Komunikasi Efektif (K4) BI Sulut telah melakukan koordinasi dengan melakukan HLM TPID secara intensif, yaitu di Kota Kotamobagu terkait kendala dan usaha pengendalian inflasi menjelang HBKN Idul Fitri 2025. Selanjutnya, HLM TPID Kabupaten Kepulauan Talaud terkait  isu strategis pengendalian inflasi, HLM TPID Kabupaten Bolaang Mongondow Timur terkait upaya pengendalian inflasi. Kemudian Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Minahasa terkait isu strategis beras dan barito dan Kota Bitung.

“Kami juga melakukan Rapat Koordinasi, Rakor TPID Kota Tomohon terkait usaha pengendalian inflasi menjelang HBKN Idul Fitri 2025, Rakorda Pendistribusian Minyakita dari Stabilisasi  harga minyak goreng, Rakorda Tindak Lanjut Sinergi Pengendalian Harga Bahan Pokok di Sulut, Capacity Building TPID provinsi dan kabupaten/kota se-Sulut dari evaluasi laporan TPID 2023 dan konsinyering penyiapan laporan kinerja TPID 2024, bimbingan teknis TPID provinsi dan kabupaten/kota se Sulut dari penyiapan TPID  Awards,” tambah Joko Supratikto.

Selain itu, dilakukan Pengendalian Ekspektasi Masyarakat, yang diikuti dengan peluncuran iklan bijak belanja menjelang maghrib khususnya dalam periode Ramadhan dan mejelang HBKN Idul Fitri, sosialisasi Bijak  Belanja dan optimisme perekonomian di media.

“HLM TPID Sulut adalah momentum penting  dalam menjaga stabilitas harga, terutama komoditas pangan, melalui  kolaborasi antar lembaga dan inovasi digital. Kegiatan ini juga memperkuat  transformasi digital pemerintahan daerah lewat integrasi dengan TP2DD. Untuk itu, HLM rutin dilakukan terutama sebelum momen ekonomi penting seperti Ramadhan, Natal dan Idul Fitri serta inisiatif daerah,” katanya.

Alur Kerja Umum HLM TPID Sulut

HLM TPID memiliki alur kerja yang mumpuni, antara lain, Identifikasi tantangan menjelang HBKN, tim berdiskusi tentang pergerakan harga pangan. Selanjutnya, koordinasi lintas sektor BI, BPS, Pemprov Sulut, perbankan dan lembaga lainnya untuk duduk bersama. Diikuti dengan implementasi  program meliputi GPM, sidak pasar, KAD, subsidi distribusi dan pasar murah dan digitalisasi pendapatan dan Laporan TP2DD dalam mempercepat transformasi digital, kanalretribusi dan laporan TPID.

“Terakhir, sebagai kunci keberhasilan adalah evaluasi dan sinergi berkelanjutan, sehingga HLM berikutnya meninjau hasil dan revisi strategi bersama,” kata Joko Supratikto sembari menambahkan upaya BI dalam memperkuat peran TPID dan GNPIP untuk menjaga inflasi dengan terus mendorong dari kelompok volatile food yakni bahan pangan bergejolak seperti cabai rawit, tomat, bawang merah, beras dan daging yang masih menjadi tantangan utama, untuk menjaga daya beli masyarakat serta mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Sebagai langkah penguatan, Bank Indonesia Sulawesi Utara mengokohkan sinergi kebijakan pusat dan daerah dan penguatan HLM TPID serta menyasar program nyata GNPIP yang mencakup operasi pasar murah, pangan murah, optimalisasi KAD untuk pasokan pangan dan lainnya,” ucap Joko Supratikto.

Respon Pemda Terhadap Pengendalian Inflasi

Strategi BI Sulut dalam pengendalian inflasi, direspon dengan cepat oleh pemerintah daerah (pemda), baik provinsi dan kabupaten/kota. Yakni, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Manado, Kabupaten Bitung, Kabupaten Bolaang Mongondouw dan Kabupaten Minahasa Selatan yang melakukan pengendalian pasokan dan kegiatan TPID yang melakukan monitoring ketat, operasi pasar hingga Gerakan Pangan Murah untuk menjaga stabilitas harga dari berbagai kebutuhan pokok, khususnya menjelang momen HBKN.

Wakil Walikota Bitung Randito Maringka, menyampaikan bahwa melalui pertemuan HLM TPID menjadi forum rutin dan wadah sinergi untuk menyatukan langkah, dan memastikan masyarakat terlindungi dari gejolak harga.

”Kolaborasi adalah kunci. Tidak ada satu pihak pun yang mampu mengendalikan inflasi sendirian. Hanya dengan gotong royong kita bisa menjaga keterjangkauan harga, menjamin pasokan yang merata, serta memperkuat ketahanan pangan lokal” tuturnya.

Lanjutnya, berbagai tantangan masih dihadapi Kota Bitung, antara lain ketergantungan pada pasokan eksternal, produktivitas cabai dan bawang yang masih rendah, serta keterbatasan produksi padi. “Pemerintah Kota bersama KPw BI Provinsi Sulut dan TPID akan mendorong peningkatan produktivitas lahan pertanian, serta optimalisasi kerja sama antar daerah untuk menjamin ketersediaan pasokan,” ucapnya.

Ia mengatakan sinergi antar lembaga dalam menjaga stabilitas harga melalui distribusi, logistik, dan komunikasi dengan masyarakat. Dengan langkah sistematis, inflasi Sulut diharapkan tetap dalam sasaran nasional 2,5% ± 1%.

“TPID Bitung optimis kolaborasi erat pemerintah, pelaku usaha, kelompok tani, dan Bank Indonesia akan menjaga daya beli, memperkuat ketahanan pangan, mendorong pertumbuhan inklusif, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Senada disampaikan Wali Kota Tomohon Caroll Joram Azarias Senduk, bahwa HLM TPID merupakan forum tertinggi di tingkat kabupaten/kota. Terutama dalam upaya penguatan ekosistem digital yang telah memberikan hasil yang membanggakan bagi tim TP2DD kota Tomohon.

“Saya memberikan apresiasi atas kerja keras semua pihak yang telah menjaga stabilitas inflasi dan pangan di kota Tomohon melalui tim TP2DD dan tim TPID. Terlebih bagi Bank Indonesia yang telah mendorong dengan berbagai strategi yang menyasar stabilitas harga pangan yang stabil,” pungkasnya.

Terobosan BI Sulut melalui strategi yang mencakup ketersediaan, keterjangkauan, kelancaran distribusi dan komunikasi produktif dan penguatan kerja sama antar daerah, melalui HLM TPID sejatinya adalah untuk mengatasi berbagai hambatan, dengan menjaga pasokan bahan pokok, stabilitas harga dan koordinasi antar daerah.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *